Sabtu, 14 Februari 2009

Kunci Sukses - Yahudi


Kunci Sukses “Kejayaan” Kaum Yahudi

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kaum Yahudi kini telah menguasai berbagai lini dalam segala sektor terpenting di dunia. Apalagi kebijakan-kebijakan strategis negara adikuasa (AS) tidak lepas dari lobi-lobi Yahudi. Serasa sebuah kelompok yang amat kecil ini telah berhasil dalam menguasai dunia. Tidaklah berlebihan kemudian ketika ada ungkapan bahwa Yahudi saat ini telah memiliki negara baru yakni “negara dunia”.

Padahal di seluruh dunia jumlah Yahudi tidak lebih dari 15 juta-an orang saja. Tersebar sekitar 7 juta-an di Amerika, 5 juta di Asia, 2 juta di Eropa dan 100.000 di Afrika. Namun dalam prestasi dunia semisal hadiah nobel dalam bidang fisika, kimia dan kedokteran saja tercatat 12 persen jatuh ke tangan Yahudi. Tidak sekedar itu saja, konsep bank sentral, uang kertas, kapitalisme, komunisme dan memperdangangkan kembali barang-barang bekas adalah ide Yahudi untuk menciptakan kekuatan ekonomi yang menggurita.

Jika melihat asal-usul Yahudi maka tidak terlepaskan dari seorang yang bernama Ibrahim. Sosok yang dipandang sebagai nenek moyang tiga agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam). Nabi yang tampil dalam pertas sejarah sekitar 3.700 tahun yang lalu. Konon, Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan. Bangsa yang –mereka anggap– tidak lagi terikat oleh undang-undang bangsa lain. Dengan kecenderungan mengambil ayat-ayat kitab suci yang agresif, bangsa Yahudi membenarkan tindakannya untuk memusnahkan bangsa lain di dunia ini.

Kemudian muncullah apa yang disebut sebagai fenomena “ras super” dalam sejarah umat manusia. Salah satunya ialah ras kaum Yahudi. Alkitab juga menyebutkan bahwa bangsa Israel dalam sejarahnya merasa menjadi ras pilihan tuhan. Hal ini sebenarnya adalah wujud rendah diri mereka karena pernah menjadi budak bangsa Mesir selama bertahun-tahun. Sebagai wujud kompensasinya, nabi Musa mengangkat harga diri bangsa Israel dengan mengatakan bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan.

Sepanjang sejarahnya, Yahudi adalah kaum yang memang lekat dengan berbagai sifat buruk kemanusiaannya. Mereka tamak, sombong, dengki, dendam, pengecut, bengis dan licik. Dalam setiap zama mereka selalu menjadi benalu dalam peradaban karena sikap licik ketika lemah dan kejam saat berkuasa. Mereka selalu bermimpi untuk menjadi pengendali tunggul peradaban dan berbagai kepentingan duniawi. Hanya boleh ada satu dominasi yakni kepentingan Yahudi (E Pluralis Unum).

Yahudi selalu menindas yang lemah dan memperalat yang kuat. Sebelum AS berjaya, Yahudi terlebih dahulu telah berhasil memanfaatkan Inggris dan Prancis demi meraih cita-citanya. Meski untuk itu Yahudi mengawali dengan rencana yang tak murah dan pasti selalu menuntut tumbang ribuan atau bahkan jutaan nyawa, menyeret Inggris dalam perang saudara, serta memicu meletusnya Revolusi Prancis.

Selain di AS yang telah menjadi korbannya, kini kaum Yahudi telah memiliki rumah sendiri dengan mengusir kaum Muslim yang telah menetap di Palestina sejak waktu yang lama. Ratusan ribu Muslim Arab pun kemudian hidup di bawah kelayakan hidup manusia dalam tenda-tenda pengungsian di negara-negara Arab tetangganya, yaitu Yordania, Syiria, Libanon dan Irak. Kaum Yahudi tidak cukup puas dengan kesewenang-wenangannya dan tidak merahasiakan lagi rencana-rencana perluasan negaranya. Dengan mencoba mencaplok wilayah negara-negara tetangga.

Buku dengan judul “Rahasia Kecerdasan Yahudi” ini sungguh luar biasa. Perkembangan Yahudi dipotret oleh penulisnya dengan mencoba diteropong dari sisi-sisi yang lain. Sisi dimana bangsa Yahudi telah menjadi penguasa raksasa di dunia. Terlepas mereka meraihnya dengan licik, picik atau apapun alasannya yang jelas seluruh penduduk di muka bumi yang berjumlah sekitar tujuh milyar berlekuk lutut di kaki kaum Yahudi yang jumlahnya amat kecil. Setidaknya, dalam buku ini sedikit terbongkar jejak-jejak “kecerdasan” Yahudi.

Dalam balutan uraian sejarah yang cukup dramatis inilah, penulis dengan bahasa yang ringan dan singkat namun cukup padat telah membuka lebar pengamatan akan kaum Yahudi. Buku yang seharusnya mendapat apresiatif lebih. Bukan untuk menuduh yang tidak-tidak terhadap ras yang ada tapi tersirat penulis mengajak pembaca untuk tetap optimis. Dengan mengaca pada kunci kesuksesan akan “kejayaan” kaum Yahudi saat ini, pembaca diajak untuk melihat jauh ke depan keberlanjutan tantangan dalam tatanan masyarakat dunia esok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar