Be a Difference
KRISTEN tidak hanya agama besar. Kristen menjadi identitas yang jelas dan tegas bagi para penganutnya. Seorang Kristen tidak akan malu menyebut agamanya, dan tidak akan merasa terhina karenanya. Namun dari mana asal-usul istilah Kristen? Ini perlu kita ketahui agar kita tidak hanya menyebut diri Kristen tanpa memahami makna dan hakekat kekristenan yang sesungguhnya.
Dalam Kisah Para Rasul 11: 26 tertulis, “Mereka tinggal bersama-sama jemaat itu satu tahun lamanya sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”. Sebutan “Kris-ten” itu datang dari orang-orang kafir dan ditujukan bagi orang-orang pengikut Kristus yang diang-gap, unik, aneh di tengah-tengah masyarakat kafir, pemuja banyak tuhan (politeisme). Di Antiokhia, ibu kota suatu provinsi di Syria ketika itu memang banyak orang Yahudi perantauan yang kemudian menjadi orang Kristen. Antiokhia yang saat itu berada di bawah pemerintahan Romawi, adalah kota yang cukup maju, moderat, dihuni masyarakat yang cara berpikirnya “rasional”.
Bagi mereka, orang-orang Kristen itu lain, tidak masuk akal. Orang Kristen dianggap aneh dan bodoh. Orang-orang Kristen tampak terlalu sopan di tengah kehidupan yang sangat vulgar dan borjuis. Ajaran-ajaran Kristen dinilai aneh oleh warga kota yang suka berpesta pora. Mereka menganggap bodoh orang Kristen yang mau saja disuruh mengendalikan diri dan hidup suci. Mereka menganggap pemahaman kekristenan itu sangat membelenggu kemanusiaan. Oleh karena itu kekristenan sangat tidak menarik bagi mereka. Maka untuk membedakan mereka dari kelompok pengikut Kristus itu, dengan sinis mereka menyebut mereka “Kristen”.
Jadi, istilah Kristen berasal dari orang di luar Kristen dengan maksud mengejek atau mengolok-olok para pe-ngikut Kristus yang dinilai aneh itu. Uniknya, kata-kata sindiran “si Kristen” atau “si pengikut Kristus” justru diterima sepenuhnya oleh orang-orang Kristen pertama itu, karena mereka merasa ter-hormat disebut sebagai pengikut Kristus. Meski diolok-olok serta dihina, mereka bangga karena memang mereka pengikut Kristus. Seharusnya begitulah semangat pemahaman yang utuh tentang Kristen. Kalau kita merasa sebagai pengikut Kristus, boleh menyebut diri Kristen. Tetapi kita juga harus jujur, bagaimana kita bisa menyebut diri orang Kristen jika kita tidak benar-benar mengikut Kristus?
Di Antiokhia, pengikut Kristus disebut “Kristen” dalam rangka menghina. Tetapi cercaan itu jus-tru direspon secara positif oleh je-maat Antiokhia. Mereka menerima sebutan itu karena merasa terhor-mat sebagai pengikut Kristus. Saat ini, apakah kita pun merasa ter-hormat menjadi pengikut Kristus, atau sebaliknya? Jika merasa ter-hormat sebagai pengikut-NYA, apakah kita menaruh hormat ter-hadap hidup kekeristenan? Ataukah justru kita membuat orang tidak hormat pada kekristenan gara-gara kita mempertontonkan gaya hidup tidak bermoral, tidak jujur, dan sebagainya?
Bangga dan terhormat
Jangan menyederhanakan istilah ini. Jangan menyederhanakan panggilan ini. Jika merasa diri se-bagai seorang Kristen, jadilah pengikut Kristus yang sejati. Ingat, awalnya istilah “Kristen” untuk menghina para pengikut Kristus, tetapi justru diresponi para pe-ngikut Kristus dengan positif. Meski dihina, dimaki, mereka jalan terus, tidak berhenti. Ini suatu fakta menarik. Bagi orang Kristen mula-mula, adalah sebuah kehormatan diolok-olok sebagai pengikut Kristus. Apa pun risikonya, mereka tetap maju. Kini, kita dan kekristenan menjadi pertanyaan. Apakah dewasa ini kita menjadi orang Kristen terhormat, yang menjadi pengikut setia Kristus? Apakah kita menghormati suatu gaya hidup kristiani, yang sesuai dengan kehendak Kri-stus? Apakah kekristenan memberi kita identitas bahwa kita adalah seorang pengikut Kristus, bukan pe-ngikut dunia? Sebagai Kristen, identitas kita harus jelas dan berbeda dari orang dunia.
Oleh karena itu, adalah tugas dan tanggung jawab kita, ketika berani menyebut diri sebagai orang Kris-ten, maka kita harus menjadi orang terhormat menjadi pengikut Kristus yang sekaligus menghormati gaya hidup Kristen. Gaya hidup kristiani sesuai dengan ketetapan-ketetapan Kristus, bukan ketetapan gereja atau golongan, tetapi harus mengacu pada kebenaran firman. Karena kita pengikut Kristus, ikuti saja jejak-NYA. Karena kita pengikut Kritus, ikuti saja apa yang dilakukan-NYA.
Orang Kristen harus punya spirit yang sangat kuat. Kekristenan membuat kita menjadi orang yang siap hidup berbeda dari yang bukan Kristen, dalam kualitas iman dan moral. Dulu, di Antiokhia, istilah Kristen atau si pengikut Kristus, menunjukkan suatu klasifikasi perbedaan iman dan moral. Jaman sekarang pun seharusnya demikian. Kalau kita bangga dan terhormat menjadi orang Kristen maka kita menjadi orang yang siap hidup beda dari orang-orang yang bukan Kristen, dalam kualitas iman dan moral.
Kita tidak perlu membuktikan sebagai orang Kristen yang baik dengan cara memegang tampuk kekuasaan lalu mengendalikan orang lain, misalnya. Kita tidak perlu menyebut diri orang Kristen dengan memaksa orang lain me-nyebut kita baik. Kita tidak perlu membayar supaya orang berteriak bahwa kita baik. Tidak perlu menggunakan kekuatan supaya orang lain berkata kita baik. Siap berbeda dengan orang yang bukan Kristen bukan dengan cara seperti itu, tetapi siap berbeda seperti kata Roma 12: 2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi ber-ubahlah karena pembaruan budimu…”
Berubahlah sehingga kita mengerti apa yang menjadi kehendak Allah, karena kita adalah seorang Kristen, pengikut Kristus yang sejati. Siapkah kita menjadi tidak sama dengan dunia ini? Siapkah kita berbeda untuk menunjukkan kualitas iman dan moral?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar