Rabu, 05 Mei 2010

Kenali Diri Anda : Antara Kenyataan dan Asumsi


Siapa diri kita sebenarnya? Apa yang kita tahu betul tentang diri kita? Apakah kita tahu tentang kelemahan dan kekuatan kita? Dan apa yang kita kira kita tahu tentang diri sendiri itu lantas terbukti atau sesuai dengan kenyataan? Jika itu kelebihan, apakah orang lain juga mengakuinya? Dan jika kita mengira itu sebagai kekurangan, apakah orang lain juga mengakui itu kekurangan kita?
Semakin mendekati jarak antara kenyataan dengan apa yang kita asumsikan tentang diri kita, itu berarti baik karena kita mengenal diri sendiri. Dan begitu juga sebaliknya, semakin jauh jarak antara kenyataan dengan apa yang kita perkirakan tentang diri sendiri, artinya buruk sekali pengenalan diri kita sendiri.
Akibatnya dari orang yang tak mengenal dirinya, sehingga jarak antara asumsi dan kenyataan tentang diri sendiri begitu jauh adalah orang itu terus berusaha mengingkari kenyataan tentang dirinya. Barangkali dalam kenyataan sehari-hari muncul dan sering kita temui dalam bentuk over compensation, membual, melebih-lebihkan, atau bahkan mengecilkan orang lain untuk meninggikan diri sendiri, berbohong, dan seterusnya jika merasa diri paling hebat. Ia tak berpijak pada kenyataan, sehingga biasanya menjadi omong doang dalam pekerjaannya.
Tetapi begitu pula sebaliknya dengan orang yang mengira dirinya sendiri negatif, ia akan menjadi sangat minder, menarik diri dari pergaulan, mengurung diri, dan tak mau melakukan apapun. "Apalah artinya saya, siapa yang mau mendengarkan saya," adalah contoh ungkapan yang sering diucapkan orang dengan persepsi diri sendiri negatif. Sebetulnya orang seperti ini merasa tertekan pada kelemahan dirinya.
Baik kedua hal diatas, entah menilai dirinya terlalu tinggi ataupun terlalu rendah sama-sama tidaklah sesuai dengan kenyataan dan ini merupakan hal yang buruk baik karena secara mental maupun psikologis sama-sama tidak sehat. Orang yang selalu pakai kedok akan capek karena memberikan tekanan (stress) yang besar pada diri sendiri.
Johari Window sebagai solusi
Dalam psikologi ada sebuah konsep yang disebut Johari Window atau Jendela Johari untuk menggambarkan pengenalan diri kita. Ada empat jendela dari Johari Window, yakni:
1. Jendela terbuka. Hal-hal yang kita tahu tentang diri sendiri, tetapi orang lain juga tahu. Misalkan keadaan fisik, profesi, asal daerah, dan lain-lain.
2. Jendela tertutup. Hal-hal mengenai diri kita yang kita tahu tetapi orang lain tidak tahu. Misalkan isi perasaan, pendapat, kebiasaan tidur, dan sebagainya.
3. Jendela buta. Hal-hal yang kita tidak tahu tentang diri sendiri, tetapi orang tahu. Misalkan hal-hal yang bernilai positif dan negatif pada kepribadian kita.
4. Jendela gelap. Hal-hal mengenai diri kita, tetapi kita sendiri maupun orang lain tidak tahu. Ini adalah wilayah misteri dalam kehidupan. (CP)

KEKUATAN FOKUS


Visi Anda haruslah mengambarkan apa yang Anda pilih untuk fokuskan, namun Anda tidak akan mengalami sukses dalam hidup ini bila Anda hanya berfokus pada hal-hal selain dari sumber kehidupan yaitu Yesus Kristus. Ketika kita berusaha memenuhi tujuan hidup kita, kita tidak seharusnya hanya membangun berdasarkan kekuatan kita dan keunikan kita, namun kita juga harus membangun berdasarkan pewahyuan yang telah Tuhan nyatakan pada kita dan tidak ada hal yang akan mengganggunya.
Akan ada banyak gangguan yang akan mengalihkan fokus Anda kepada hal-hal yang lain. Ada 3 macam gangguan yang harus kita waspada supaya Anda tetap fokus kepada tujuan hidup Anda :
1. Kesuksesan-kesuksesan sementara. Seringkali gangguan terbesar dari tujuan Anda adalah kesuksesan itu sendiri. Ketika kita mengalami kesuksesan kecil biasanya kita mulai membangun perasaan menang dan berpikir bahwa kita dapat melakukan apa saja.. Hal ini sangat berbahaya karena akan membuat Anda menyimpang dan justru melakukan hal-hal yang bukan tujuan Anda. Jadi tetap fokus kepada kekuatan inti dan tujuan Anda.
2. Iri hati. Hal ini merupakan gangguan yang sangat berbahaya. Anda harus menyadari bahwa Anda tidak akan mendapatkan apa yang Tuhan tidak ingin berikan kepada Anda, demikian juga sebaliknya apa yang telah Tuhan berikan kepada Anda tidak seorang pun dapat mengambilnya. "Jawab Yohanes: "Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga."(Yohanes 3:27). Jangan terganggu dengan pesaing-pesaing yang ada di dekat Anda, konsentrasi saja kepada tujuan dan visi yang telah Tuhan berikan kepada Anda.
3. Penderitaan hidup. Tujuan selalu membawa kedua hal ini : sukacita dan penderitaan. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah."(Ibrani 12:2). Sukacita akan membantu kita melewati penderitaan yang ada. Sebagai contoh, seorang ibu yang hamil tidak mengalami sukacita dalam memiliki bayi tanpa menahan sakit saat bersalin.
Jika ketiga gangguan ini sedang Anda alami, inilah waktunya untuk fokus kembali. Mulailah membangun tujuan hidup Anda berdasarkan apa yang tuhan telah berikan kepada Anda- kekuatan, keunikan dan pewahyuan Anda. Fokuslah kepada Kristus.
"Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka. Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:25-27).

Marah dan Kesehatan


Walau bisa melepaskan emosi yang terpendam, marah ternyata juga punya segudang efek negatif. Selain efek psikologis, efek fisiknya juga nggak kalah banyak lho! Apa aja tuh? Tubuh yang menjadi lebih sehat dan segar setelah bulan puasa ternyata tak hanya gara-gara teratur makan. Usaha Anda dalam menahan emosi dan amarah juga ikut berperan. Sebuah artikel yang dikutip dari 1stholic mengungkapkan beberapa fakta tentang amarah yang ternyata berpengaruh besar terhadap kesehatan.

Marah adalah perasaan. Amarah datang dari bagian dari otak yang sangat tua dan biasanya berlangsung hanya selama satu hingga dua detik saja. Namun amarah ini bisa berlangsung dalam jangka waktu panjang. Jika Anda merasa sangat marah, tapi perasaan Anda tak bisa terhubung dengan lingkungan sekitar, itu dinamakan mood. Ciri-ciri fisik dan emosional orang yang tengah marah, sudah jadi pertanda buruk bagi kesehatan. Coba saja kita lihat:

Tanda-tanda Secara Fisik
Tekanan darah meningkat, hormon stres meninggi, nafas jadi pendek, jantung berdebar, gemetar, membentak, pupil berkontraksi dengan tidak teratur, kekuatan fisik meningkat, impotensi, cara bicara dan gerak lebih cepat dan sering, lebih sensitif. Jelas tanda-tanda ini akan mengakibatkan pergerakan sel dan hormon dalam tubuh jadi tidak sesuai.

Tanda-tanda Secara Emosional
Kritis, pendengki, pendiam, tingkah lakunya agresif, cemburuan, percaya diri rendam, mudah menilai orang dengan negatif, kerap mengutuk orang, selalu tak enak perasaannya, depresi, gelisah, lesu dan mudah lelah.

Nah, banyak sekali kerugian yang bisa didapat dari amarah. Namun amarah memang tak bisa diprediksi. Datang dan pergi begitu saja. Namun ada cara untuk menghadapi rasa kesal yang sering muncul

Tiga Cara Menghadapi Amarah
1. Melihat situasi dengan cara yang berbeda
Amarah biasanya datang lewat kejadian di sekitar kita. Bisa apa saja tanpa terduga bahkan sepele. Oleh karena itu setiap Anda merasa akan datang masalah, coba pandang masalah itu dari sudut pandang yang berbeda. Ubah pemikiran kita tantang apa yang tengah terjadi dan secara dramatis Anda bisa merubah perasaan Anda tentang hal tersebut.

2. Relaks dan kalem
Sekali terperangkap oleh amarah kita jadi tak bisa berpikir dengan jernih dan memecahkan masalah dengan baik. Solusinya, Anda harus bisa cooling down sebelum berusaha melakukan sesuatu. Jika perasaan Anda tidak tenang, yang ada nanti masalah malah akan semakin membesar. Coba tarik nafas dalam-dalam dan berkonsentrasi melakukan sesuatu. Jangan terburu-buru. Biarkan perasaan tenang dulu.

3. Bersabar
Jika Anda terperangkap dalam situasi yang sangat menyebalkan cobalah untuk bersabar. Karena ini juga akan membuat Anda bisa hidup dengan lebih sehat dan awet muda. Amarah bisa disamakan dengan kegemukan. Ia ada dimana-mana namun tak baik untuk siapapun. Menurut artikel yang dirilis harian Harvard Mental Health, perasaan optimis lebih baik dari pada amarah.

Dalam satu studi juga pernah disebutkan, orang dengan tekanan darah normal namun memiliki tingkat amarah yang tinggi punya potensi 3 kali lebih banyak terkena serang jantung. Jadi, masih suka marah-marah?

Perubahan Diri dan Perubahan Hidup


Perubahan Diri dan Perubahan Hidup
Roma 12:2
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Hal kecil apa yang seringkali menjadi awal mula sebuah perubahan hidup? Jawabannya adalah impian. Tidak berlebihan jika ada yang bilang impian adalah langkah pertama menuju sukses. Logikanya sangat sederhana. Bagaimana mungkin kita bisa mewujudkan impian kita jika kita sendiri tidak punya impian.
Impian itu juga yang kini dimiliki Robi. Ia sudah bosan menjadi kontraktor terus alias hanya ngontrak rumah setiap tahunnya. Ia ingin agar bisa memiliki sebuah rumah sendiri tanpa harus direpotkan untuk pindahan setiap tahunnya. Impian itu kemudian disampaikan Robi kepada isteri dan anaknya yang masih berusia 6 tahun. Dan mereka mendukung impian Robi.
Sayangnya, sudah 2 tahun berlalu namun Robi belum juga berhasil memiliki rumah impiannya tersebut. Ia bahkan tidak sanggup untuk mengajukan kredit rumah ke bank. Ada apa gerangan? Rupanya Robi masih hidup dengan pola yang sama. Ia bekerja dengan irama kerja yang sama tanpa ada sedikit pun perubahan pada dirinya. Ia masih saja malas-malasan dalam mengejar target yang ditetapkan perusahaan. Di kantornya ia bahkan selalu dicap orang yang tepat waktu alias masuk tepat waktu dan pulang pun tepat waktu. Seorang rekan kerja bahkan menjulukinya sebagai si teng go (alias begitu teng langsung go). Itulah sebabnya hidupnya pun tidak berubah.
Kisah yang dialami Robi juga sering kali kita lihat dalam kehidupan kita. Bahkan tidak tertutup kemungkinan kita sendiri punya perilaku seperti Robi. Dalam hidup ini berlaku hukum sebab akibat persis seperti apa yang ada dalam firman Tuhan bahwa apa yang kita tabur itu juga yang akan kita tuai. Jika kita bertindak A maka kita akan mendapatkan hasil A. Jika kita bertindak B maka kita akan mendapatkan hasil B.
Sebagian orang kemudian ingin mendapatkan hasil yang lebih baik, katakanlah C namun sayangnya mereka masih saja melakukan tindakan A atau B. Itu sangat mustahil! Jika seseorang menginginkan hasil C maka ia harus merubah tindakan dari A dan B ke C.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa banyak orang enggan berubah? Saya mencatat setidaknya ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama, karena perubahan tidak selalu mengenakkan. Anda akan mengetahui langsung hal ini dengan sebuah latihan kecil. Cobalah untuk menuliskan nama Anda dengan menggunakan tangan yang tidak biasanya Anda gunakan. Misalnya jika Anda biasa menggunakan tangan kanan, sekarang gunakan tangan kiri. Tentu sangat tidak nyaman. Kedua, perubahan adalah sebuah proses yang penuh pengorbanan. Untuk itu diperlukan waktu, ketekunan dan kesabaran. Bukan sesuatu yang instant! Terkadang baru bertahun-tahun kemudian kita bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan. Ketiga, perubahan bisa menjadi sumber konflik baru. Ini lazim terjadi dalam sebuah organisasi yang mengadakan perubahan besar-besaran (misalnya restrukturisasi) yang pada akhirnya berdampak pada berbagai segi kehidupan organisasi. Misalnya PHK (pemutusan hubungan kerja) atau ketidakpuasan akibat mutasi kerja.
Perubahan: Sumber Kemajuan
Meski banyak manusia yang membenci perubahan namun mau tidak mau haruslah diakui bahwa perubahan adalah sumber kemajuan. Lantas, timbul pertanyaan, perubahan seperti apa yang bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan? Jawabannya jelas, perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Sayangnya, banyak orang yang selalu bersuara agar orang lain berubah namun mereka sendiri enggan untuk berubah.
Motivator sekaligus pakar kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell dalam bukunya Thinking for A Change menyatakan ada 6 langkah yang bisa mengubah hidup manusia. Pertama, kita harus mengubah cara berpikir kita. Mengubah cara berpikir akan mengubah keyakinan kita. Kedua, jika keyakinan kita berubah, harapan kita akan berubah. Ketiga, jika harapan kita berubah sikap kita berubah. Keempat, jika sikap kita berubah, perilaku kita berubah. Kelima, jika perilaku kita berubah, kinerja kita berubah. Dan keenam, jika kinerja kita berubah, hidup kita akan berubah.
Dari pernyataan Dr. Maxwell ini saya mencatat bahwa perubahan diri selalu dimulai dengan perubahan pola pikir. Hal ini sangat sejalan dengan firman Tuhan yang disampaikan oleh rasul Paulus agar sebagai pengikut Kristus kita harus berubah oleh pembaharuan budi kita. Hanya saja, saya perlu mengingatkan sekali lagi bahwa perubahan tidak selalu menyenangkan. Bahkan kalau suatu proses perubahan itu terasa mulus dan sangat enak, bisa jadi itu bukan perubahan. Perubahan selalu menuntut pengorbanan namun perubahanlah satu-satunya sarana efektif menuju ke tahapan kehidupan yang lebih baik.
Untuk itulah saya mengajukan beberapa saran praktis agar kita mampu mengubah hidup kita. Pertama, tentukan impian yang ingin kita raih sejelas dan sespesifik mungkin. Kedua, tentukan langkah-langkah yang akan kita ambil untuk mewujudkannya setahap demi setahap. Ketiga, buatlah komitmen yang kuat bahwa kita sungguh ingin berubah. Komunikasikan komitmen ini kepada sahabat dan orang terdekat kita dan jangan lupa untuk mendoakannya sebab sekeras apa pun kita bekerja akan sia-sia tanpa dukungan Tuhan. Ingat juga bahwa kesempatan untuk berubah itu pun sebuah anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri. Keempat, take action! Sebaik apapun konsep yang kita buat jika tanpa tindakan akan sangat percuma. Kelima, milikilah mitra akuntabilitas yakni sahabat-sahabat dekat kita yang berani menegur kita secara jujur, tulus dan terbuka jika kita mulai melenceng dari komitmen semula. Keenam, lakukan evaluasi berkala atas kemajuan yang telah kita peroleh. Jika memang diperlukan perubahan metode, kita harus bersikap fleksibel.
Ijinkanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan sebuah nasihat kecil dari Victor Chasles: the sure way to miss success is to miss the opportunity. Ya, cara pasti untuk melewatkan kesuksesan adalah dengan melewatkan kesempatan yang ada. Termasuk kesempatan untuk berubah. Selamat melakukan perubahan dan raih impian Anda!

Pria Berintegritas


Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (Ayub 1:1).
Polisi Philadelphia heran saat menerima sepucuk surat dan sejumlah uang dari seorang pengendara mobil yang ditilang karena ngebut pada tahun 1954. Waktu itu John Gedge-turis Inggris, mengunjungi kota Brotherly Love, tertangkap karena ngebut. Ia dikenai denda sebesar $15, tetapi Gedge lupa pada surat tilang itu selama hampir 52 tahun, sampai pada suatu hari ia menemukannya dalam mantel tuanya. "Rasanya saya harus membayarnya," tutur Gedge, 84 tahun, yang kini tinggal di rumah jompo di Sussex Timur. "Orang Inggris yang baik akan membayar kalau mereka berutang. Suara hatiku terdengar sangat jelas."
Kisah di atas mengingatkan apa yang di tulis Alkitab: Ayub adalah orang yang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ayub merupakan pria yang berintegritas. Integritas harus menjadi ciri semua orang yang percaya kepada Kristus, apa pun posisi mereka.
Men Of Integrity (Pria-pria Berintegritas)
Kata Ibrani untuk integritas mencakup pengertian whole, sound, unimpaired, memiliki hati yang tulus. Orang yang berintegritas memiliki etika dan moral yang baik, tak ada kemunafikan, dan bertekad memegang janji (dari sini muncul istilah promise keeper=pemegang janji, suatu gerakan pria di Amerika yang memiliki komitmen untuk kembali pada janji mereka). Pria yang berintegritas adalah pria yang ucapan dan tindakannya sama benar, tak ada yang disembunyikan, tidak mendua.
Kata integritas/integrity berasal dari akar kata "integer", yang berarti menyeluruh, lengkap atau segalanya. Ini adalah bentuk ketaatan secara keagamaan terhadap kode moral, nilai dan kelakuan. Kalau kita peragakan, maka integritas ini melebihi karakter seseorang, aksi yang dapat dipercaya (trustworthy action) dan komitmen yang bertanggung jawab (responsible commitment). Kalau boleh ditentukan, maka integritas itu adalah standard terhadap anti suap (incorruptibility), menolak melakukan kesalahan terhadap kebenaran, bertanggung-jawab atau janji (pledge)
Sedikit sekali kita menjumpai orang yang berintegritas dalam masyarakat. Krisis integritas telah menyentuh berbagai lapisan, termasuk pemerintahan. Dalam komunitas Kristen, integritas sangat diperlukan dalam pelayanan. Menurut Steve Sonderman yang sangat concern terhadap pelayanan kaum pria, integritas pelayanan akan nampak dalam tiga hal:
1. Integritas nampak dalam pengakuan: tahu apa yang mereka yakini dan lakukan meski harus membayar harga yang mahal, tahu apa yang benar, tak mudah tergoyahkan.
2. Integritas nampak dalam keselarasan (their walk matches their talk). Apa yang dikomunikasikan kepada istri dan anak selaras dengan apa yang dilakukan. Istri dan anak tak akan begitu saja percaya kepada suami/ayah yang hanya kelihatan "saleh" di gereja, namun "salah" di keluarga, kantor, dan komunitas lainnya. Para pria perlu mengembangkan konsistensi, antara apa yang mereka lakukan pada hari Minggu dan apa yang mereka lakukan pada hari lain.
3. Integritas nampak dari karakter. Para pria perlu menunjukkan "kejujuran" dalam bertindak. Sekalipun berbuat salah, tak akan malu mengakuinya, dan akan memohon pemulihan dari Tuhan.
Kesuksesan sebuah keluarga tergantung pada fungsi pria sebagai kepala keluarga. Keluarga adalah batu penjuru masyarakat. Seluruh masyarakat berdiri atau jatuh tergantung pada fungsi pria dan ayah. Bila prinsip ilahi, kekal, dan universal diabaikan, masyarakat akan hancur. Para pria harus menerima tantangan untuk mengambil posisinya dalam hubungan dengan Allah, dan sebagai wakil-Nya dalam hubunga dengan istri dan anak-anaknya. Setiap pria harus mengembangkan kekuatan, keberanian dan kebanggaan yang baru, menjadi pria sejati, pria satu istri, setia kepada istri, dan berkomitmen kepada anak-anaknya.
Para pria harus menjadi ayah teladan, jujur dalam pekerjaan, berintegritas, setia, dan dapat diandalkan, lebih suka menderita daripada mengkompromikan keyakinan mereka, lebih baik kehilangan reputasi daripada harus mencemarkan hati nurani mereka, berusaha memuliakan Allah, mencari kebahagiaan dengan mengorbankan kepentingan sendiri, bukan mengorbankan orang lain, menjadi seperti yang dikehendaki Allah! Pria yang utuh dan sejati!
Ada beberapa tips yang harus dijaga dalam membangun integritas diri. Untuk membangun integritas dan karakter yang kokoh, diperlukan 7 kebiasaan yang harus dilakukan secara sadar dan konsisten :
1. Selalu menepati janji
2. Taat, tidak plin-plan
3. Komitmen dipegang teguh dan bertanggungjawab
4. Satu kata, satu perbuatan
5. Jujur dan terbuka
6. Menghargai waktu
7. Menjaga prinsip dan nilai-nilai yang diyakini
GBIPKBJB

Selasa, 20 April 2010

KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN (II)


4. Kemenangan atas perasaan takut yang keliru.
Dosa telah memutar-balikkan banyak hal: yang manusia harus takuti, malah jadi berani sekali; yang manusia harus berani, malah jadi sangat takut. Seharusnya, manusia takut kepada Allah dan berani kepada Setan; manusia harus berani mengatakan kebenaran dan takut untuk berkata dusta. Namun, orang berdosa bersikap sangat berani menentang Allah dan takut kepada Setan. Dosa telah membuat banyak orang takut berkata benar dan berani berdusta.
Sebelum Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, mereka bersikap sangat takut, seperti yang tertulis di dalam Yohanes 20:19a, "Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu, berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi."
Namun, setelah dipenuhi Roh Kudus, sikap mereka berubah total. mereka berani menyampaikan kebenaran walaupun menghadapi ancaman penganiayaan, seperti yang tertulis di dalam Kisah Rasul 4:13, "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."
Rasa takut yang keliru seringkali dipakai Iblis untuk melumpuhkan dinamika hidup kristiani. Banyak orang Kristen tidak berani bersaksi karena mereka sudah kalah sebelum bertanding. Mereka takut kalau-kalau orang lain tersinggung atau marah. Iblis sering memakai "psychology of fear" (psikologi rasa takut) untuk memadamkan semangat pelayanan di dalam diri umat-Nya. Seorang petinju pasti akan kalah apabila ia pada waktu dipertemukan dengan lawannya dan di hadapan wasit tidak berani menatap mata lawannya. Biarlah kita berdoa seperti yang didoakan oleh para murid Tuhan,
"Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat- mujizat oleh nama Yesus. Hamba-Mu yang kudus. Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." (Kisah Para Rasul 4:29-31)
Beberapa tahun yang lalu di harian "Kompas" pernah ditulis satu hasil survey di Eropa. Banyak remaja putra Eropa sudah melakukan hubungan seks sebelum nikah pada waktu usia mereka sekitar 17 tahun 3 bulan. Sedangkan bagi remaja putri, banyak yang telah melakukan hubungan seks pada usia sekitar 17 tahun 6 bulan. Hubungan seks sebelum nikah telah menjadi standard yang dibanggakan di dalam kelompok mereka. Sayangnya, apa yang mereka banggakan ternyata membuat Tuhan merasa malu dan marah.
5. Kemenangan untuk hidup memuliakan Tuhan.
"Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1Korintus 15:17)
Benarlah ayat itu. Jikalau Yesus telah dibangkitkan, maka percumalah manusia yang berusaha untuk hidup benar, sebab Yesus Sang Kebenaran ternyata mengakhiri hidup-Nya di atas salib. Ia diperlakukan secara tidak adil oleh manusia yang berdosa. Jikalau Yesus tidak dibangkitkan, maka kebenaran dikalahkan oleh dusta. Tetapi puji Tuhan, Yesus bangkit! Berarti: ada pengharapan bagi manusia yang ingin hidup benar dan mau memuliakan nama Tuhan.
Kehidupan manusia Yesus adalah sangat mulia. Usia-Nya hanya pendek saja, yakni 33 1/2 tahun. Sebagian orang Amerika berkata, "Life begins from forty" (hidup dimulai sejak umur 40 tahun). Usia Yesus 61 1/2 tahun lebih muda dari kerinduan orang Amerika. Umur Yesus juga paling pendek jika dibandingkan dengan para pendiri agama/ filsafat lainnya. Laotze berusia lebih dari 100 tahun, Sidharta Gautama 80 tahun, Socrates 68 tahun, dan Mohammad 64 tahun.
Walaupun pendek usia-Nya, tetapi Yesus sudah mengisi setiap saat dalam hidup-Nya dengan hal-hal yang memuliakan Bapa-Nya di Sorga. Hal ini dapat kita ketahui dari Yohanes 17:4, "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." Ayat ini merupakan bagian dari doa Tuhan Yesus sebelum Ia disalibkan. Jadi, hidup Yesus lebih menekankan pada segi kualitas (mutu hidup) dan bukan kuantitas (panjang umur).
Hendaklah hidup setiap umat Tuhan juga demikian. Masalah panjang umur bukanlah hal yang terpenting, tetapi bagaimana seseorang menggunakan setiap waktu dalam hidupnya, apakah dengan hal-hal yang berkenan di hadapan Tuhan, ataukah hanya memuaskan hawa nafsu dan ambisi pribadi? Mutu hidup lebih dipentingkan di dalam kekristenan.
6. Kemenangan untuk Gereja-Nya.
Tuhan Yesus pernah berkata kepada Rasul Petrus dan para murid-Nya yang lain, "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus (Yun: Petros) dan di atas batu karang (Yun.: Petra) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan dapat menguasainya." (Matius 16:18)
Apakah maksudnya "batu karang" (Petra) di sini? Itu bukanlah diri Petrus (Petros), tetapi pengakuan Petrus tentang Yesus yakni: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16). Di atas pengakuan itulah gereja Tuhan didirikan; dan alam maut tidak akan dapat menguasainya. Maut adalah musuh yang terbesar dalam hidup manusia. Musuh yang terbesar itu tak dapat menguasai gereja Tuhan sebab didirikan di atas pengakuan "Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup".
Tidak ada suatu kuasapun yang bisa menghancurkan gereja Tuhan. Gedung gereja bisa dihancurkan, tetapi bukan persekutuan umat Tuhan. Ini terbukti di dalam sejarah gereja Tuhan di RRC. Selama beberapa puluh tahun Komunisme, di bawah pemerintahan Mao Tse Tung, menganiaya banyak umat Tuhan. Mereka hanya bisa menutup pintu-pintu gedung gereja, tetapi tidak berdaya menghancurkan persekutuan umat Tuhan. Sebelum Komunisme berkuasa, jumlah orang Kristen di RRC kurang dari 1 juta orang. Namun, setelah Mao Tse Tung meninggal dunia, pemerintah RRC mulai bersikap agak lunak terhadap agama-agama. Ternyata mereka mendapati jumlah orang Kristen yang berbakti "di bawah tanah" sudah mencapai sekitar 70 juta orang.
Sebagian umat Tuhan merindukan agar kekristenan dapat menjadi agama mayoritas di dunia ini. Mereka berpikir alangkah indahnya apabila orang Kristen menjadi mayoritas di dunia ini. Ijin untuk mendirikan gedung gereja tidak diperlukan lagi; dan berbagai kemudahan akan diperoleh oleh orang-orang Kristen.
Pernahkah itu terjadi? Pernah, yakni pada abad ke-14, pada masa pemerintahan kaisar Romawi yang bernama Constantine Agung (280- 337 M). Pada tahun 312, sang kaisar menyerang Itali dan mengalahkan Maxentius, seorang musuh besarnya, di jembatan Milvian dekat kota Roma. Sebelum pertempuran berlangsung, Constantine berkata bahwa ia melihat suatu tanda dari Allahnya orang Kristen di langit. Tanda itu menyatakan, bahwa ia pasti menang. Menurutnya, tanda itu adalah singkatan dalam bahasa Yunani untuk nama Kristus. Kemudian, tanda itu dilukiskan di setiap perisai prajuritnya. Setelah kemenangannya itu, Constantine menjadikan agama Kristen sebagai agama negara. Dia pun menjadi seorang Kristen. Banyak gedung pengadilan Romawi yang diubah menjadi gedung gereja.
Semua negara yang ditundukkan oleh kaisar Romawi harus "di- kristen-kan", sehingga terjadi baptisan masal. Banyak orang yang dibaptis tidak mengerti akan ajaran firman Tuhan. Mereka menjadi Kristen oleh karena diharuskan oleh perintah sang Kaisar. Para pemimpin gereja adalah orang-orang yang diangkat oleh pemerintah. Mereka memiliki kekuasaan yang besar dan kedudukan yang "empuk". Akibatnya, banyak praktek duniawi masuk ke dalam gereja. Sinkretisme (percampuran agama Kristen dengan kepercayaan kafir) terjadi di dalam kehidupan gerejawi dan umat-Nya. Di dalam sejarah gereja, jaman sejak Constantine sampai beberapa abad selanjutnya dikenal dengan sebutan "dark ages" (abad-abad kegelapan). Terlalu banyak orang menyebut diri Kristen tetapi hanya "Kristen KTP", demikian pula dengan para pemimpin gereja. Jadi, ironis sekali -- jaman dimana Kekristenan menjadi mayoritas justru disebut sebagai "dark ages".
Sebaliknya, di tempat di mana umat Tuhan dianiaya; mereka hanya kelompok minoritas, di situlah terdapat gereja-gereja yang hidup. Di situlah hadirat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah kehidupan umat-Nya. Di situlah terjadi banyak manifestasi kemuliaan Allah.
Jadi, janganlah takut terhadap segala tantangan dan aniaya. Takutlah jikalau Tuhan tidak diberikan tempat yang semesti-nya di Gereja-Nya. Seperti yang tertulis di dalam Wahyu 3:20, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Ayat ini bukan ditujukan kepada orang- orang non-Kristen, tetapi kepada gereja Tuhan di Laodikia yang sudah suam-suam (Wahyu 3:16). Tuhan Yesus yang seharusnya menjadi Kepala Gereja, tetapi Ia dibiarkan berada di luar pintu gereja.

KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN (I)


KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN
Kapankah Kristus mendapatkan kemenangan-Nya? Banyak orang menjawab: pada waktu Ia bangkit. Jawaban itu kurang tepat, sebab Kolose 2:14- 15 mengatakan,
"dengan menghapus surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka."
Jadi, ayat di atas menyatakan bahwa sebenarnya Yesus sudah mendapat kemenangan-Nya di atas salib. Cuma kemenangan itu belum terlihat secara kasat mata. Kebangkitan-Nya menyatakannya secara jelas.
Kebangkitan Kristus adalah KEUNIKAN kekristenan dibandingkan dengan agama lainnya. Kristus telah bangkit tidak mati lagi. Kristus telah menang! Oleh karena itu perjuangan umat Tuhan bukanlah perjuangan untuk meraih kemenangan; tetapi perjuangan dari kemenangan atas segala dosa dan Setan yang sudah diperoleh oleh Yesus ketika Ia berada di atas salib dan melalui kebangkitan-Nya (lih. Yohanes 12:31; Kolose 2:15; Wahyu 12:11). Kemenangan-Nya memberi kita kemenangan atas beberapa hal yang penting, yaitu:
1. Kemenangan atas maut (1Korintus 15:54b-57).
"Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1Korintus 15:54b-57)
Maut adalah musuh manusia yang terbesar. Maut tidak dapat dikalahkan oleh: kekayaan, kekuataan fisik, dan kepandaian otak. ketiga hal itu biasanya digunakan oleh manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup mereka. Namun, ketika maut datang, kekayaan manusia tidak dapat menyuapnya; kekuatan fisik tidak dapat mengalahkannya; dan kepandaian otak tidak dapat menaklukkannya. Sungguh, maut merupakan musuh manusia yang paling menakutkan. Tetapi, Yesus sudah mengalahkannya di atas salib.
Tuhan sudah mengalahkan maut, apakah itu berarti bahwa setiap orang beriman tidak akan mengalami maut lagi? Umat Tuhan pada suatu saat tetap akan mengalami kematian, namun konsep tentang kematian itu sudah berubah. Maut tidak lagi sebagai hal yang menakutkan, namun sebagai "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Firman Tuhan menyebut orang percaya yang meninggal sebagai "tertidur", seperti yang tertulis di dalam 1Tesalonika 4:13, "Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal (KJV: "concerning them which are asleep"), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang- orang lain yang tidak mempunyai pengharapan" (bandingkan ayat 1Tesalonika 4:14 dengan Wahyu 14:13).
Orang biasa selalu berambisi untuk menyingkirkan dan memusnahkan musuhnya. Orang pintar mampu mengubah musuh menjadi teman yang membawa berkat. Orang pandai dapat mengubah sampah menjadi pupuk; dapat mengubah besi rongsokan menjadi mobil yang mahal.
Tuhan Yesus belum menyingkirkan maut; namun ia mengubah maut menjadi sesuatu yang berguna bagi umat-Nya, yakni menjadi "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Oleh karena itulah rasul Paulus berkata, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21)
2. Kemenangan atas konsep diri yang salah.
Setelah maut, musuh terbesar kedua bagi manusia adalah diri sendiri. Masyarakat menjadi kacau jika setiap pribadi tidak dapat mengontrol dirinya. Orang yang suka membuat masalah di dalam masyarakat maupun di gereja adalah orang yang mempunyai masalah di dalam diri sendiri yang belum dapat diselesaikannya. Mereka yang tidak mempunyai rasa aman di dalam diri akan mudah tersinggung dengan perkataan orang lain yang secara obyektif tidaklah menyerang mereka.
Rasul Paulus menceritakan tentang ambisinya pada masa lalu. Ia beranggapan bahwa dengan menganiaya jemaat Tuhan ia sedang beribadah kepada-Nya (Filipi 3:6). Blaise Pascal pernah berkata, "Kejahatan terkeji yang pernah terjadi dalam sejarah adalah kejahatan yang dilakukan atas nama agama." Sebagian orang menggunakan nama Allah, sebagai otoritas tertinggi untuk dimanipulir guna mendukung ambisinya sendiri.
Paulus menceritakan bagaimana pada masa lalu ia membangun harga dirinya dengan hal-hal yang secara lahiriah dapat dibanggakan, "Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal- hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Filipi 3:4b-6)
Namun sayangnya, apa yang dahulu ia banggakan telah membuat Tuhan sangat merasa malu dan bersedih hati. Apa yang ia anggap mulia, dihadapan Tuhan sama dengan "sampah" (ayat 8b, cat.: dalam bahasa aslinya adalah "kotoran manusia"). Apa yang dahulu ia anggap benar, dihadapan Tuhan sebenarnya salah belaka (ayat 9).
Setelah mengenal Yesus sebagai Juruselamat, ambisi Paulus berubah, seperti yang tertulis di dalam Filipi 3:10-11, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati."
Jadi, Paulus mengalami perubahan dalam "konsep nilai"-nya. Konsep nilai berkaitan dengan sesuatu yang dianggap paling berharga di dalam kehidupan seseorang. Segala hal boleh dikorbankan demi sesuatu/seseorang yang dianggap paling berharga.
Bagaimana dengan konsep nilai Anda? Falsafah Komunis mengatakan, "Satu-satunya yang bernilai adalah materi." Ada banyak orang berkata, "Yang paling bernilai adalah uang." Kaum hedonis berkata, "Yang terpenting adalah kenikmatan." Bagaimana dengan falsafah hidup orang Kristen? "The only value is truth" (yang paling bernilai adalah kebenaran). Seperti Tuhan Yesus pernah berkata, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:17)
Kebenaran jangan dijual (untuk mendapatkan sesuatu), namun kebenaran harus dibeli (yang lain boleh dikorbankan demi kebenaran, Amsal 23:23).
3. Kemenangan atas segala tantangan dan kesulitan.
Apakah umat Tuhan bisa hidup bebas dari segala tantangan dan kesulitan? Tidak! Justru melalui tantangan dan kesulitan yang dialami akan terbuktilah kemenangan yang dari Tuhan bagi umat- Nya. Seorang pemenang adalah dia yang telah mengalahkan segala kesulitan dan tantangan di dalam hidupnya. Jikalau tidak ada kesulitan, menang atas apa?
Firman Tuhan tidak mengajar kita untuk lari dari kesulitan. Jikalau hal itu dikehendaki Tuhan, mintalah hikmat dan kekuatan daripada-Nya untuk menaklukkan segala kesulitan, Rasul Paulus menuliskan firman Tuhan yang dialaminya sendiri di dalam pelayanannya,
"Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:34-37)
Semua umat Tuhan mengamini bahwa Allah adalah maha kuasa. seringkali kemaha-kuasaan-Nya diartikan sebagai Allah yang mampu mengubah semua situasi-kondisi yang sulit dalam hidup kita. Kita lupa, bahwa Allah yang maha kuasa juga mampu mengubah sikap hati kita terhadap kesulitan yang sedang dihadapi.
Pada waktu Yesus berada di Taman Getsemani, Ia minta jikalau boleh, cawan kepahitan itu dilalukan daripada-Nya. Tetapi Bapa- Nya di Sorga tetap menghendaki Yesus meminum cawan itu. Bapa mengirim seorang malaikat untuk memberi kekuatan kepada-Nya (Lukas 22:43). Salib itu tetap harus dipikul, namun sikap hati manusia Yesus telah diubah dan dikuatkan. Hasil-nya, Yesus dapat tegak berdiri untuk menghadapi salib dengan sikap hati yang tangguh (bandingkan Yohanes 18:4-8).
Dalam bukunya "Harmagedon", Billy Graham pernah menuliskan kata- kata sebagai berikut, "Alkitab dan sejarah Gereja menunjukkan bahwa jalan keluar dari Allah bagi penderitaan umat-Nya tidak selalu berarti bebas dari penderitaan itu sendiri, melainkan kuasa untuk dapat bertahan dalam penderitaan."
Apa arti "lebih dari pemenang" (Roma 8:37)? Seorang pelari maraton sudah jauh melebihi lawan-lawannya dan sampai di garis finish. para penonton memberikan tepuk tangan untuk kemenangannya. Namun, tiba-tiba ia mempunyai ide. Ia melihat semua lawannya masih jauh tertinggal di belakang. Maka dengan kekuatan yang masih ada, ia mengambil ancang-ancang untuk lari sprint. Ia memutari satu lingkaran lagi dan sampai ke garis finish. Semua penonton berdiri, memberikan tepuk tangan, dan mengelu-elukannya. Pelari itu telah muncul sebagai "lebih dari pemenang".
Yesus sewaktu disalibkan dan dalam keadaan sangat menderita, Dia masih bisa berdoa untuk pengampunan bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya. Juga, Ia masih memperhatikan ibunda-Nya Maria. Dia meminta Yohanes, salah satu murid-Nya untuk memperhatikan Maria (Lukas 23:34; Yohanes 19:26-27). Yesus menjadi Tokoh yang lebih dari pemenang.
Sejumlah besar pujian yang terkenal digubah pada saat pengarangnya sedang mengalami tantangan dan cobaan yang begitu berat. Charlotte Elliot telah mengubah lagu "Sebagai-mana Adaku" ("Just As I Am", tahun 1836) pada waktu ia mengalami cacat tubuh dan tak berdaya. H.G. Spafford mengubah lagu "Nyamanlah Jiwaku" ("It is Well with My Soul") pada waktu musibah secara beruntun menimpa hidup dan keluarganya. Perusahaannya mengalami pailit, lalu kedua anaknya meninggal dunia dalam suatu musibah karam kapal. Fanny Crosby menggubah ribuan lagu pujian dalam keadaan buta selama puluhan tahun sampai ia meninggal dunia. Ia masih berusia 3 tahun pada waktu penyakit mata menyerangnya. Louis Pasteur menderita epilepsi dan lumpuh sebelah. Namun, penyakitnya itu malah mendorong dia untuk mengadakan riset di laboratoriumnya, sampai ia menemukan teori Pasteurisasi yang sangat berguna di dalam dunia medis sampai saat ini.
Dalam segala kesulitan yang dialami oleh orang-orang tersebut di atas, mereka tidak mengeluh kepada Tuhan, tetapi malah mengarang syair-syair, lagu-lagu yang membangun, serta hasil riset yang telah menjadi berkat bagi jutaan orang. Mereka telah keluar sebagai "lebih dari pemenang".