Selasa, 20 April 2010

KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN (II)


4. Kemenangan atas perasaan takut yang keliru.
Dosa telah memutar-balikkan banyak hal: yang manusia harus takuti, malah jadi berani sekali; yang manusia harus berani, malah jadi sangat takut. Seharusnya, manusia takut kepada Allah dan berani kepada Setan; manusia harus berani mengatakan kebenaran dan takut untuk berkata dusta. Namun, orang berdosa bersikap sangat berani menentang Allah dan takut kepada Setan. Dosa telah membuat banyak orang takut berkata benar dan berani berdusta.
Sebelum Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, mereka bersikap sangat takut, seperti yang tertulis di dalam Yohanes 20:19a, "Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu, berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi."
Namun, setelah dipenuhi Roh Kudus, sikap mereka berubah total. mereka berani menyampaikan kebenaran walaupun menghadapi ancaman penganiayaan, seperti yang tertulis di dalam Kisah Rasul 4:13, "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."
Rasa takut yang keliru seringkali dipakai Iblis untuk melumpuhkan dinamika hidup kristiani. Banyak orang Kristen tidak berani bersaksi karena mereka sudah kalah sebelum bertanding. Mereka takut kalau-kalau orang lain tersinggung atau marah. Iblis sering memakai "psychology of fear" (psikologi rasa takut) untuk memadamkan semangat pelayanan di dalam diri umat-Nya. Seorang petinju pasti akan kalah apabila ia pada waktu dipertemukan dengan lawannya dan di hadapan wasit tidak berani menatap mata lawannya. Biarlah kita berdoa seperti yang didoakan oleh para murid Tuhan,
"Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu. Ulurkanlah tangan-Mu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat- mujizat oleh nama Yesus. Hamba-Mu yang kudus. Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani." (Kisah Para Rasul 4:29-31)
Beberapa tahun yang lalu di harian "Kompas" pernah ditulis satu hasil survey di Eropa. Banyak remaja putra Eropa sudah melakukan hubungan seks sebelum nikah pada waktu usia mereka sekitar 17 tahun 3 bulan. Sedangkan bagi remaja putri, banyak yang telah melakukan hubungan seks pada usia sekitar 17 tahun 6 bulan. Hubungan seks sebelum nikah telah menjadi standard yang dibanggakan di dalam kelompok mereka. Sayangnya, apa yang mereka banggakan ternyata membuat Tuhan merasa malu dan marah.
5. Kemenangan untuk hidup memuliakan Tuhan.
"Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1Korintus 15:17)
Benarlah ayat itu. Jikalau Yesus telah dibangkitkan, maka percumalah manusia yang berusaha untuk hidup benar, sebab Yesus Sang Kebenaran ternyata mengakhiri hidup-Nya di atas salib. Ia diperlakukan secara tidak adil oleh manusia yang berdosa. Jikalau Yesus tidak dibangkitkan, maka kebenaran dikalahkan oleh dusta. Tetapi puji Tuhan, Yesus bangkit! Berarti: ada pengharapan bagi manusia yang ingin hidup benar dan mau memuliakan nama Tuhan.
Kehidupan manusia Yesus adalah sangat mulia. Usia-Nya hanya pendek saja, yakni 33 1/2 tahun. Sebagian orang Amerika berkata, "Life begins from forty" (hidup dimulai sejak umur 40 tahun). Usia Yesus 61 1/2 tahun lebih muda dari kerinduan orang Amerika. Umur Yesus juga paling pendek jika dibandingkan dengan para pendiri agama/ filsafat lainnya. Laotze berusia lebih dari 100 tahun, Sidharta Gautama 80 tahun, Socrates 68 tahun, dan Mohammad 64 tahun.
Walaupun pendek usia-Nya, tetapi Yesus sudah mengisi setiap saat dalam hidup-Nya dengan hal-hal yang memuliakan Bapa-Nya di Sorga. Hal ini dapat kita ketahui dari Yohanes 17:4, "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya." Ayat ini merupakan bagian dari doa Tuhan Yesus sebelum Ia disalibkan. Jadi, hidup Yesus lebih menekankan pada segi kualitas (mutu hidup) dan bukan kuantitas (panjang umur).
Hendaklah hidup setiap umat Tuhan juga demikian. Masalah panjang umur bukanlah hal yang terpenting, tetapi bagaimana seseorang menggunakan setiap waktu dalam hidupnya, apakah dengan hal-hal yang berkenan di hadapan Tuhan, ataukah hanya memuaskan hawa nafsu dan ambisi pribadi? Mutu hidup lebih dipentingkan di dalam kekristenan.
6. Kemenangan untuk Gereja-Nya.
Tuhan Yesus pernah berkata kepada Rasul Petrus dan para murid-Nya yang lain, "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus (Yun: Petros) dan di atas batu karang (Yun.: Petra) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan dapat menguasainya." (Matius 16:18)
Apakah maksudnya "batu karang" (Petra) di sini? Itu bukanlah diri Petrus (Petros), tetapi pengakuan Petrus tentang Yesus yakni: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16). Di atas pengakuan itulah gereja Tuhan didirikan; dan alam maut tidak akan dapat menguasainya. Maut adalah musuh yang terbesar dalam hidup manusia. Musuh yang terbesar itu tak dapat menguasai gereja Tuhan sebab didirikan di atas pengakuan "Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup".
Tidak ada suatu kuasapun yang bisa menghancurkan gereja Tuhan. Gedung gereja bisa dihancurkan, tetapi bukan persekutuan umat Tuhan. Ini terbukti di dalam sejarah gereja Tuhan di RRC. Selama beberapa puluh tahun Komunisme, di bawah pemerintahan Mao Tse Tung, menganiaya banyak umat Tuhan. Mereka hanya bisa menutup pintu-pintu gedung gereja, tetapi tidak berdaya menghancurkan persekutuan umat Tuhan. Sebelum Komunisme berkuasa, jumlah orang Kristen di RRC kurang dari 1 juta orang. Namun, setelah Mao Tse Tung meninggal dunia, pemerintah RRC mulai bersikap agak lunak terhadap agama-agama. Ternyata mereka mendapati jumlah orang Kristen yang berbakti "di bawah tanah" sudah mencapai sekitar 70 juta orang.
Sebagian umat Tuhan merindukan agar kekristenan dapat menjadi agama mayoritas di dunia ini. Mereka berpikir alangkah indahnya apabila orang Kristen menjadi mayoritas di dunia ini. Ijin untuk mendirikan gedung gereja tidak diperlukan lagi; dan berbagai kemudahan akan diperoleh oleh orang-orang Kristen.
Pernahkah itu terjadi? Pernah, yakni pada abad ke-14, pada masa pemerintahan kaisar Romawi yang bernama Constantine Agung (280- 337 M). Pada tahun 312, sang kaisar menyerang Itali dan mengalahkan Maxentius, seorang musuh besarnya, di jembatan Milvian dekat kota Roma. Sebelum pertempuran berlangsung, Constantine berkata bahwa ia melihat suatu tanda dari Allahnya orang Kristen di langit. Tanda itu menyatakan, bahwa ia pasti menang. Menurutnya, tanda itu adalah singkatan dalam bahasa Yunani untuk nama Kristus. Kemudian, tanda itu dilukiskan di setiap perisai prajuritnya. Setelah kemenangannya itu, Constantine menjadikan agama Kristen sebagai agama negara. Dia pun menjadi seorang Kristen. Banyak gedung pengadilan Romawi yang diubah menjadi gedung gereja.
Semua negara yang ditundukkan oleh kaisar Romawi harus "di- kristen-kan", sehingga terjadi baptisan masal. Banyak orang yang dibaptis tidak mengerti akan ajaran firman Tuhan. Mereka menjadi Kristen oleh karena diharuskan oleh perintah sang Kaisar. Para pemimpin gereja adalah orang-orang yang diangkat oleh pemerintah. Mereka memiliki kekuasaan yang besar dan kedudukan yang "empuk". Akibatnya, banyak praktek duniawi masuk ke dalam gereja. Sinkretisme (percampuran agama Kristen dengan kepercayaan kafir) terjadi di dalam kehidupan gerejawi dan umat-Nya. Di dalam sejarah gereja, jaman sejak Constantine sampai beberapa abad selanjutnya dikenal dengan sebutan "dark ages" (abad-abad kegelapan). Terlalu banyak orang menyebut diri Kristen tetapi hanya "Kristen KTP", demikian pula dengan para pemimpin gereja. Jadi, ironis sekali -- jaman dimana Kekristenan menjadi mayoritas justru disebut sebagai "dark ages".
Sebaliknya, di tempat di mana umat Tuhan dianiaya; mereka hanya kelompok minoritas, di situlah terdapat gereja-gereja yang hidup. Di situlah hadirat Tuhan dinyatakan di tengah-tengah kehidupan umat-Nya. Di situlah terjadi banyak manifestasi kemuliaan Allah.
Jadi, janganlah takut terhadap segala tantangan dan aniaya. Takutlah jikalau Tuhan tidak diberikan tempat yang semesti-nya di Gereja-Nya. Seperti yang tertulis di dalam Wahyu 3:20, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Ayat ini bukan ditujukan kepada orang- orang non-Kristen, tetapi kepada gereja Tuhan di Laodikia yang sudah suam-suam (Wahyu 3:16). Tuhan Yesus yang seharusnya menjadi Kepala Gereja, tetapi Ia dibiarkan berada di luar pintu gereja.

KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN (I)


KEMENANGAN YANG MEMBERI KEMENANGAN
Kapankah Kristus mendapatkan kemenangan-Nya? Banyak orang menjawab: pada waktu Ia bangkit. Jawaban itu kurang tepat, sebab Kolose 2:14- 15 mengatakan,
"dengan menghapus surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka."
Jadi, ayat di atas menyatakan bahwa sebenarnya Yesus sudah mendapat kemenangan-Nya di atas salib. Cuma kemenangan itu belum terlihat secara kasat mata. Kebangkitan-Nya menyatakannya secara jelas.
Kebangkitan Kristus adalah KEUNIKAN kekristenan dibandingkan dengan agama lainnya. Kristus telah bangkit tidak mati lagi. Kristus telah menang! Oleh karena itu perjuangan umat Tuhan bukanlah perjuangan untuk meraih kemenangan; tetapi perjuangan dari kemenangan atas segala dosa dan Setan yang sudah diperoleh oleh Yesus ketika Ia berada di atas salib dan melalui kebangkitan-Nya (lih. Yohanes 12:31; Kolose 2:15; Wahyu 12:11). Kemenangan-Nya memberi kita kemenangan atas beberapa hal yang penting, yaitu:
1. Kemenangan atas maut (1Korintus 15:54b-57).
"Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (1Korintus 15:54b-57)
Maut adalah musuh manusia yang terbesar. Maut tidak dapat dikalahkan oleh: kekayaan, kekuataan fisik, dan kepandaian otak. ketiga hal itu biasanya digunakan oleh manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup mereka. Namun, ketika maut datang, kekayaan manusia tidak dapat menyuapnya; kekuatan fisik tidak dapat mengalahkannya; dan kepandaian otak tidak dapat menaklukkannya. Sungguh, maut merupakan musuh manusia yang paling menakutkan. Tetapi, Yesus sudah mengalahkannya di atas salib.
Tuhan sudah mengalahkan maut, apakah itu berarti bahwa setiap orang beriman tidak akan mengalami maut lagi? Umat Tuhan pada suatu saat tetap akan mengalami kematian, namun konsep tentang kematian itu sudah berubah. Maut tidak lagi sebagai hal yang menakutkan, namun sebagai "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Firman Tuhan menyebut orang percaya yang meninggal sebagai "tertidur", seperti yang tertulis di dalam 1Tesalonika 4:13, "Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal (KJV: "concerning them which are asleep"), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang- orang lain yang tidak mempunyai pengharapan" (bandingkan ayat 1Tesalonika 4:14 dengan Wahyu 14:13).
Orang biasa selalu berambisi untuk menyingkirkan dan memusnahkan musuhnya. Orang pintar mampu mengubah musuh menjadi teman yang membawa berkat. Orang pandai dapat mengubah sampah menjadi pupuk; dapat mengubah besi rongsokan menjadi mobil yang mahal.
Tuhan Yesus belum menyingkirkan maut; namun ia mengubah maut menjadi sesuatu yang berguna bagi umat-Nya, yakni menjadi "pintu gerbang" menuju kemuliaan kekal. Oleh karena itulah rasul Paulus berkata, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21)
2. Kemenangan atas konsep diri yang salah.
Setelah maut, musuh terbesar kedua bagi manusia adalah diri sendiri. Masyarakat menjadi kacau jika setiap pribadi tidak dapat mengontrol dirinya. Orang yang suka membuat masalah di dalam masyarakat maupun di gereja adalah orang yang mempunyai masalah di dalam diri sendiri yang belum dapat diselesaikannya. Mereka yang tidak mempunyai rasa aman di dalam diri akan mudah tersinggung dengan perkataan orang lain yang secara obyektif tidaklah menyerang mereka.
Rasul Paulus menceritakan tentang ambisinya pada masa lalu. Ia beranggapan bahwa dengan menganiaya jemaat Tuhan ia sedang beribadah kepada-Nya (Filipi 3:6). Blaise Pascal pernah berkata, "Kejahatan terkeji yang pernah terjadi dalam sejarah adalah kejahatan yang dilakukan atas nama agama." Sebagian orang menggunakan nama Allah, sebagai otoritas tertinggi untuk dimanipulir guna mendukung ambisinya sendiri.
Paulus menceritakan bagaimana pada masa lalu ia membangun harga dirinya dengan hal-hal yang secara lahiriah dapat dibanggakan, "Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal- hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat." (Filipi 3:4b-6)
Namun sayangnya, apa yang dahulu ia banggakan telah membuat Tuhan sangat merasa malu dan bersedih hati. Apa yang ia anggap mulia, dihadapan Tuhan sama dengan "sampah" (ayat 8b, cat.: dalam bahasa aslinya adalah "kotoran manusia"). Apa yang dahulu ia anggap benar, dihadapan Tuhan sebenarnya salah belaka (ayat 9).
Setelah mengenal Yesus sebagai Juruselamat, ambisi Paulus berubah, seperti yang tertulis di dalam Filipi 3:10-11, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati."
Jadi, Paulus mengalami perubahan dalam "konsep nilai"-nya. Konsep nilai berkaitan dengan sesuatu yang dianggap paling berharga di dalam kehidupan seseorang. Segala hal boleh dikorbankan demi sesuatu/seseorang yang dianggap paling berharga.
Bagaimana dengan konsep nilai Anda? Falsafah Komunis mengatakan, "Satu-satunya yang bernilai adalah materi." Ada banyak orang berkata, "Yang paling bernilai adalah uang." Kaum hedonis berkata, "Yang terpenting adalah kenikmatan." Bagaimana dengan falsafah hidup orang Kristen? "The only value is truth" (yang paling bernilai adalah kebenaran). Seperti Tuhan Yesus pernah berkata, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah kebenaran." (Yohanes 17:17)
Kebenaran jangan dijual (untuk mendapatkan sesuatu), namun kebenaran harus dibeli (yang lain boleh dikorbankan demi kebenaran, Amsal 23:23).
3. Kemenangan atas segala tantangan dan kesulitan.
Apakah umat Tuhan bisa hidup bebas dari segala tantangan dan kesulitan? Tidak! Justru melalui tantangan dan kesulitan yang dialami akan terbuktilah kemenangan yang dari Tuhan bagi umat- Nya. Seorang pemenang adalah dia yang telah mengalahkan segala kesulitan dan tantangan di dalam hidupnya. Jikalau tidak ada kesulitan, menang atas apa?
Firman Tuhan tidak mengajar kita untuk lari dari kesulitan. Jikalau hal itu dikehendaki Tuhan, mintalah hikmat dan kekuatan daripada-Nya untuk menaklukkan segala kesulitan, Rasul Paulus menuliskan firman Tuhan yang dialaminya sendiri di dalam pelayanannya,
"Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:34-37)
Semua umat Tuhan mengamini bahwa Allah adalah maha kuasa. seringkali kemaha-kuasaan-Nya diartikan sebagai Allah yang mampu mengubah semua situasi-kondisi yang sulit dalam hidup kita. Kita lupa, bahwa Allah yang maha kuasa juga mampu mengubah sikap hati kita terhadap kesulitan yang sedang dihadapi.
Pada waktu Yesus berada di Taman Getsemani, Ia minta jikalau boleh, cawan kepahitan itu dilalukan daripada-Nya. Tetapi Bapa- Nya di Sorga tetap menghendaki Yesus meminum cawan itu. Bapa mengirim seorang malaikat untuk memberi kekuatan kepada-Nya (Lukas 22:43). Salib itu tetap harus dipikul, namun sikap hati manusia Yesus telah diubah dan dikuatkan. Hasil-nya, Yesus dapat tegak berdiri untuk menghadapi salib dengan sikap hati yang tangguh (bandingkan Yohanes 18:4-8).
Dalam bukunya "Harmagedon", Billy Graham pernah menuliskan kata- kata sebagai berikut, "Alkitab dan sejarah Gereja menunjukkan bahwa jalan keluar dari Allah bagi penderitaan umat-Nya tidak selalu berarti bebas dari penderitaan itu sendiri, melainkan kuasa untuk dapat bertahan dalam penderitaan."
Apa arti "lebih dari pemenang" (Roma 8:37)? Seorang pelari maraton sudah jauh melebihi lawan-lawannya dan sampai di garis finish. para penonton memberikan tepuk tangan untuk kemenangannya. Namun, tiba-tiba ia mempunyai ide. Ia melihat semua lawannya masih jauh tertinggal di belakang. Maka dengan kekuatan yang masih ada, ia mengambil ancang-ancang untuk lari sprint. Ia memutari satu lingkaran lagi dan sampai ke garis finish. Semua penonton berdiri, memberikan tepuk tangan, dan mengelu-elukannya. Pelari itu telah muncul sebagai "lebih dari pemenang".
Yesus sewaktu disalibkan dan dalam keadaan sangat menderita, Dia masih bisa berdoa untuk pengampunan bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya. Juga, Ia masih memperhatikan ibunda-Nya Maria. Dia meminta Yohanes, salah satu murid-Nya untuk memperhatikan Maria (Lukas 23:34; Yohanes 19:26-27). Yesus menjadi Tokoh yang lebih dari pemenang.
Sejumlah besar pujian yang terkenal digubah pada saat pengarangnya sedang mengalami tantangan dan cobaan yang begitu berat. Charlotte Elliot telah mengubah lagu "Sebagai-mana Adaku" ("Just As I Am", tahun 1836) pada waktu ia mengalami cacat tubuh dan tak berdaya. H.G. Spafford mengubah lagu "Nyamanlah Jiwaku" ("It is Well with My Soul") pada waktu musibah secara beruntun menimpa hidup dan keluarganya. Perusahaannya mengalami pailit, lalu kedua anaknya meninggal dunia dalam suatu musibah karam kapal. Fanny Crosby menggubah ribuan lagu pujian dalam keadaan buta selama puluhan tahun sampai ia meninggal dunia. Ia masih berusia 3 tahun pada waktu penyakit mata menyerangnya. Louis Pasteur menderita epilepsi dan lumpuh sebelah. Namun, penyakitnya itu malah mendorong dia untuk mengadakan riset di laboratoriumnya, sampai ia menemukan teori Pasteurisasi yang sangat berguna di dalam dunia medis sampai saat ini.
Dalam segala kesulitan yang dialami oleh orang-orang tersebut di atas, mereka tidak mengeluh kepada Tuhan, tetapi malah mengarang syair-syair, lagu-lagu yang membangun, serta hasil riset yang telah menjadi berkat bagi jutaan orang. Mereka telah keluar sebagai "lebih dari pemenang".

Gerakan Muda-Mudi Tahun 1960-an di USA (Hippies)


Pada akhir dasawarsa tahun 1960-an, Di Amerika Barat khususnya di kota San Francisco di negara bagian California, terjadi protes besar-besaran anak-anak muda melawan semua bentuk yang terorganisir dan mengharapkan terjadinya perubahan sosial dan politik. Gerakan protest ini antara lain membuahkan generasi Hippies yang terkenal itu.
Gerakan tahun 1960-an yang timbul di pantai Barat Amerika Serikat itu terkenal dengan berbagai bentuk protest seperti a.l.: Beatnik & Gerakan Protes Sosial. Sebenarnya cikal-bakal gerakan protes itu dimulai dikalangan para seniman Bohemia yang tinggal dalam commune (komunitas) di San Francisco (north beach), Los Angeles, Venice West, & Greenwich di New York. Gerakan ini berciri gerakan sosial dan sastra yang terbatas pada dasawarsa 1950-an, dan mengaku sebagai ‘generasi beat’ yang kemudian dikenal sebagai ‘beatniks.’
Beatniks semula tidak bersifat politik dan hanya ingin membedakan diri dengan masyarakat umum dengan cara mengundurkan diri dari kehidupan masyarakat umum. Mereka mempraktekkan kehidupan bebas dengan berpakaian seenaknya dan berusaha membebaskan diri dari kemelut dunia melalui saluran musik, seni, makanan vegetaris, dan pengalaman psychedelic dengan eksperimen meditasi Zen Buddhisme dan obat-obat bius.
Gerakan yang dipelopori generasi muda itu kemudian di tahun 1960-an meluas keluar lingkungan mereka dan mereka menyampaikan protest sosial secara massal, mencakup antara lain gerakan untuk pembaharuan politik termasuk sebagai gerakan anti-perang Vietnam yang saat itu lagi ramai, hak-hak azasi manusia, gerakan mahasiswa, gerakan perempuan, gerakan hak kaum homoseksual, dan gerakan pelestarian lingkungan hidup.
Dari gerakan protest tahun 1960-an itu tumbuhlah kelompok kaum Hippies yang memiliki ciri-ciri, a.l.: mempopulerkan gerakan damai, sadar akan lingkungan, dan penolakan akan materialisme Barat. Gerakan yang tumbuh di kota San Francisco ini dinamakan juga sebagai ‘Flower Power’ dan ‘Flower Generation’ karena dalam demo-demo yang mereka lakukan mereka biasa membawa bunga warna-warni sebagai lambang cinta dan damai. Mereka bersikap kontra-budaya (counter-culture) yang berusaha mengubah budaya yang mapan di masyarakat materialistik di sekitar mereka dengan budaya longgar yang mereka inginkan sebagai sikap reaksi.
Hippies memiliki ciri-ciri lahiriah yang khas berbeda dengan umum, mereka memakai pakaian warna warni yang diilhami halusinasi yang dilihat bila mengisap narkoba jenis Marijuana & LSD. Disamping ungkapan dalam pakaian mereka, terlihat juga dalam karya seni dan musik yang mereka hasilkan. Biasanya mereka hidup menurut kategori umum sebagai ‘urakan’ yaitu berpakaian seenaknya, rambut dibiarkan panjang tak dicukur, laki-lakinya memelihara jenggot, sedangkan yang perempuan berpakaian kuno yang panjang sampai ketumit.
Hippies cenderung hidup menyendiri dalam kehidupan bersama dan berusaha keluar dari kehidupan formal, baik dari sistem kekeluargaan tradisional, pekerjaan, pendidikan, maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Mereka biasa makan secara vegetarian dan memakan makanan yang tidak diolah dan mempraktekkan pengobatan alternatif. Semboyannya: “kembali kepada kehidupan alam bebas.”
Hippies mempopulerkan kehidupan damai dan cinta, anti-perang dengan semboyan mereka yang terkenal, yang berbunyi: “Make Love, Not War.” Mereka juga dijuluki sebagai ‘Flower Children’ (anak-anak bunga). Hippies menganjurkan keterbukaan dan toleransi yang berlawanan dengan sebaliknya yang umum terjadi dalam masyarakat formal yang penuh kompetisi. Mereka secara terbuka mempraktekkan sex bebas, hidup dalam bentuk-bentuk kekeluargaan yang nontradisional seperti dalam commune (komunitas kehidupan bersama dalam kelompok).
Dan salah satu sikap protes mereka adalah protes terhadap agama Amerika yang kala itu didominasikan oleh gereja Kristen yang sudah menjadi gereja kelas menengah. Protes ini dinyatakan dengan membuka diri kepada ajaran-ajaran mistik Timur terutama Buddhisme, mempercayai astrologi, praktek perdukunan lainnya, sampai gereja Setan. Semua ini dikenal sebagai ‘Masa Aquarius’ sebagai lambang datangnya ‘New Age’ (zaman baru).
Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) berkembang dari sini sebagai sikap protes terhadap budaya mapan graeco-romawi-western termasuk tradisi Kristen dan modernisme, dan merindukan kembalinya budaya pramodern dengan kekayaan kunonya (terutama mistik timur) yang kemudian dikenal sebagai budaya posmo (post modernism).
Musik Rakyat dan Rock menjadi bagian dari kehidupan generasi bunga ini. Grup band yang terkenal masa itu adalah ‘The Beatles’ dan ‘Rolling Stone.’ Pada tahun 1967, Grup musik Pop ‘The Beatles’ terpengaruh ajaran Buddhisme dan berguru pada Mahareshi Mahesy Yogi dari India dan ikut mempopulerkan budaya Hippies melalui penampilan mereka, termasuk pada tahun itu mereka mengelurkan album ‘Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band’ yang menandakan perubahan mereka dari musik Pop ke Rock, dan secara simbolis mengidentifikasikan The Beatles dengan budaya Hippies.
Puncak gerakan Hippies terjadi di tahun 1967-1969 yang mengkulminasi pada festival musik Woodstock di New York (1969) yang diperkirakan dihadiri oleh setengah juta orang. Budaya Hippies memasuki dunia hiburan teater maupun film dan salah satu film Hippies yang melecehkan kepercayaan Kristen adalah film ‘Jesus Christ Superstar’ karya lirik ‘Tim Rice’ dan musik ‘Andrew Lord Weber.’
Pada tahun 1970-an gerakan Hippies sebagai kelompok protes memudar, namun pengaruhnya sebagai budaya kontra meluas ke dalam banyak bidang dan menimbulkan gelombang revolusi sex tahun 1970-an di kalangan generasi muda Amerika maupun Eropah, dan juga mempengaruhi timbulnya gerakan lingkungan hidup dan demokrasi secara umum di Amerika Serikat. Era tahun 1970-an di USA ditandai kebangkitan ‘Rock Superstars’. Pada tahun 1980-an generasi Hiipies digantikan generasi baru yang kembali ingin mencari karier mereka dalam dunia bisnis, pendidikan, maupun politik.

Empat Jenis Kasih


Ada empat kata Yunani untuk kasih yang penting dimengerti orang Kristen. Kata-kata itu adalah agape, phileo, storge, dan eros. Tiga kata di antaranya muncul di dalam Alkitab. Jika kita hendak mengerti Alkitab dan dunia alkitabiah, penting bagi kita untuk mengerti apakah arti kata-kata ini dan di manakah perbedaannya.
Kata Yunani untuk kasih seksual atau hasrat kasih adalah eros, dan kita memperoleh kata Inggris seperti ”erotic.” Ketika eros dipakai sebagai kata benda, kata itu menunjuk kepada dewa kasih Yunani. Kata Yunani eros tidak muncul dalam teks alkitabiah, jadi kita tidak akan meluangkan waktu dalam artikel ini mengenai itu, tetapi kata ini sudah memiliki dampak terhadap bahasa Inggris dan pandangan kita tentang kasih seksual sehingga itu penting untuk disinggung.
Kata Yunani yang menunjuk kepada kasih terhadap Tuhan, salah satu jenis kasih yang harus kita miliki untuk orang lain, adalah agape. Agape adalah sifat inti Tuhan, karena Tuhan adalah kasih (1 Yoh. 4:7-12, 16b). Kunci utama untuk mengerti agape adalah menyadari bahwa itu dapat dikenal dari tindakan yang mendorongnya. Sebenarnya, kadang kala kita berbicara tentang ”teladan perbuatan” dari kasih agape. Orang-orang pada masa kini terbiasa berpikir tentang kasih sebagai suatu perasaan, tetapi tidak demikian halnya dengan kasih agape. Agape adalah kasih karena apa yang dilakukannya, bukan karena bagaimana perasaannya.
Tuhan sangat “mengasihi” (agape) sehingga Dia memberikan Anak-Nya. Tuhan tidak merasa nyaman untuk melakukan itu, tetapi itu adalah perbuatan yang penuh kasih. Kristus sangat mengasihi (agape) sehingga Dia memberikan hidup-Nya. Dia tidak mau mati, tetapi Dia mengasihi, jadi Dia melakukan apa yang diminta oleh Tuhan. Seorang ibu yang mengasihi bayinya yang sakit akan jaga semalaman untuk merawatnya, yang merupakan sesuatu yang tidak mau dilakukannya, tetapi ini adalah suatu tindakan kasih agape yang sesungguhnya.
Pada dasarnya kasih agape bukan sekadar sebuah gerakan hati yang lahir dari perasaan. Sebaliknya kasih agape adalah gerakan kehendak, pilihan yang sengaja dilakukan. Itulah sebabnya Tuhan dapat memerintahkan kita untuk mengasihi musuh kita (Mat. 5:44; Kel. 23:1-5). Dia tidak memerintahkan kita untuk ”memiliki perasaan yang baik” terhadap musuh kita, tetapi untuk bertindak di dalam cara yang penuh kasih terhadap mereka. Kasih agape berhubungan dengan ketaatan dan komitmen, dan tidak selalu perasaan dan emosi. ”Mengasihi” seseorang adalah mentaati Tuhan demi kebaikan orang lain, mengupayakan berkat dan keuntungan orang lain untuk jangka panjang.
Cara untuk mengetahui bahwa kita mengasihi (agape) Tuhan adalah bahwa kita melakukan perintah-perintah-Nya. Yesus berkata, “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku...” (Yoh. 14:21a). Ada orang-orang Kristen yang berkata bahwa mereka mengasihi Tuhan, tetapi gaya hidup mereka bertentangan dengan kehendak Tuhan. Orang-orang ini salah mengerti perasaan kasih mereka kepada Tuhan dengan kasih agape yang sesungguhnya. Yesus memperjelas ini: ”Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku ...” (Yoh. 14:24a).
Kasih adalah karakter khusus dari kehidupan Kristen dalam hubungan dengan orang-orang Kristen lain dan kepada semua umat manusia. ”Mengasihi” mungkin tidak selalu mudah, dan kasih yang sesungguhnya bukanlah ”sentimentalisme yang lembut.” Sering kali terdapat harga yang dibayar untuk kasih yang sejati. Misalnya, menghukum penjahat untuk menjaga keamanan masyarakat adalah tindakan mengasihi tetapi hal itu tidak mudah atau menyenangkan, dan meminta seseorang meninggalkan persekutuan Kristen Anda karena dia bertahan di dalam dosa yang keji adalah sikap yang baik tetapi tidak mudah (1 Kor. 5:1-5). Itu tidak berarti kasih agape tidak menyangkut perasaan di dalamnya, dan situasi ideal yang muncul ketika hal yang baik dilakukan juga adalah apa yang ingin kita perbuat. Orang-orang Kristen dikenal karena saling mengasihi (Yoh. 13:35).
Kata ketiga untuk “kasih” yang perlu diteliti adalah phileo, yang berarti “memiliki minat yang spesial kepada seseorang atau sesuatu, sering kali dengan fokus kepada kerja sama yang dekat; memiliki kasih sayang terhadap, seperti memandang seseorang sebagai sahabat.” Mungkin menolong jika phileo tidak pernah diterjemahkan sebagai “kasih” dalam Perjanjian Baru, karena kata ini menunjuk kepada perasaan suka yang kuat atau persahabatan yang kuat. Tentu saja, kita melihat bagaimana phileo diterjemahkan sebagai “kasih,” karena di dalam budaya modern kita berkata kita “mengasihi” hal-hal yang kita sangat gemari: “Saya suka (love) es krim,” “Saya suka (love) mobil saya,” “Saya suka (love) model rambutmu,” dsb. Kata phileo menyiratkan hubungan emosional yang kuat, oleh sebab itu dipakai sebagai “kasih,” atau persahabatan yang dalam, antara sahabat. Anda dapat agape musuh Anda, tetapi Anda tidak dapat phileo mereka.
Perbedaan antara agape dan phileo menjadi sangat jelas dalam Yohanes 21:15 dst, tetapi sayang itu kabur dalam hampir semua terjemahan Inggris. Setelah bangkit dari antara orang mati, Yesus bertemu Petrus. Berikut ini versi singkat tentang apa yang mereka percakapkan.
Yesus: Simon ... apakah engkau mengasihi (agape) Aku lebih dari ini [ikan?]
Petrus: Ya, Tuhan; Engkau tahu saya mengasihi (phileo) Engkau.
Yesus: Simon ... apakah engkau .... mengasihi (agape) Aku?
Petrus: Ya, Tuhan, Engkau tahu saya mengasihi (phileo) Engkau.
Yesus: Simon ... apakah engkau mengasihi (phileo) Aku?
Petrus: [Menangis] ”Tuhan ... Engkau tahu saya mengasihi (phileo) Engkau.”
Mengapa ada perbedaan dalam kata “kasih” dalam percakapan ini? Mengapa Yesus memakai kata agape dan Petrus memakai phileo? Yesus bertanya kepada Petrus apakah dia mengasihi Yesus dengan kasih Tuhan, kasih yang menuntut pengorbanan. Bagaimana pun juga, Yesus baru saja melewati siksaan yang menakutkan demi Petrus (dan kita), sesuatu yang tidak mau dilakukan-Nya tetapi tetap diperbuat-Nya karena kasih agape-Nya. Sebaliknya, Petrus menghindari siksaan yang mungkin diterima melalui menyangkali Yesus.
Dua kali Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau agape Aku? [Yaitu, apakah engkau bersedia melakukan hal-hal demi Aku yang tidak mau engkau perbuat?] Sebaliknya, Petrus, tetap merasa kepedihan karena menyangkali Yesus, dan berharap persahabatan mereka kembali utuh. Apakah Yesus menyimpan penyangkalan Petrus terhadap Diri-Nya? Apakah Dia tetap memperlakukan Petrus sebagai sahabat karib dan teman? Petrus tidak yakin di manakah posisinya di hadapan Yesus, jadi dia berusaha memberitahukan Yesus bahwa dia masih sahabat sejati, dan memiliki kasih persahabatan terhadap Yesus.
Setelah tiga kali Yesus berbicara kepada Petrus, Dia turun kepada tingkat Petrus dan bertanya apakah Petrus benar seorang sahabat sejati (phileo), yang menyedihkan hati Petrus. Akan tetapi, ini penting, karena Yesus tahu apa yang tidak diketahui Petrus – bahwa Yesus akan naik ke surga, dan Petrus dan yang lain akan ditinggalkan untuk meneruskan pekerjaan-Nya di bumi, yang akan menuntut bahwa mereka sekalian menjadi sahabat karib-Nya dan melakukan kehendak-Nya meskipun menghadapi penderitaan.
Kata Yunani keempat yang perlu dimengerti adalah storge, yaitu kasih dan sayang yang muncul secara alamiah antara orang tua dan anak-anak, dapat muncul di antara saudara kandung, dan muncul di antara suami dan istri dalam pernikahan yang baik. Kata itu muncul dalam Roma 12:10 dengan kata, philostorgos, yang merupakan gabungan kata philos (bentuk kata benda dari phileo) dan storge. Roma 12:10 adalah ayat yang sangat penting, mengarahkan kita untuk sangat mengasihi dan saling berbuat baik.
Roma 12:10
Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
(Sehubungan dengan kasih persaudaraan, biarlah ada persahabatan yang dalam dan kasih keluarga terhadap satu dengan yang lain – terjemahan bebas)
Jika seseorang ingin memiliki kehidupan Kristen yang sangat baik, taat kepada suara Tuhan dan memiliki persekutuan yang kuat dengan orang Kristen lain, dia perlu melatih ketiga jenis kasih ini. Kita membutuhkan kasih agape karena beberapa hal yang dituntut dari Tuhan tidaklah menyenangkan atau mudah dilakukan, tetapi harus diperbuat. Kita memerlukan kasih phileo karena kita membutuhkan sahabat sejati untuk berdiri bersama kita, orang yang berhubungan dengan kita secara emosi dan kita dapat berbagi perasaan serta pikiran kita yang terdalam bersamanya. Yang terakhir, kita sebagai orang Kristen perlu memiliki kasih storge di antara kita, sebuah kasih sayang persaudaraan yang menghibur dan menolong kita merasa terikat dengan semua keluarga rohani kita.

Apakah Neraka itu?


Pertanyaan: Saya tinggal di Amerika,dan tampaknya bahasa kita dikacaukan dengan pernyataan ”neraka”. Berulang kali saya mendengar kata yang mengandung arti beragam ini dipergunakan dalam segala bentuk percakapan. Orang-orang berkata: ”Persetan..”atau ”Astaga ...” atau seruan yang menyatakan kemarahan. Kadang-kadang, beberapa orang, meskipun tidak berhubungan dengan biro perjalanan, mendorong saya untuk ”pergi ke neraka” (ungkapan makian). Saya rasa saya tidak mau pergi ke neraka, karena saya sudah mendengar bahwa Setan tinggal di sana, tetapi jika saya hanya ingin melewatinya, di manakah tempat itu sesungguhnya? Berdasarkan perkataan orang, saya menduga bahwa ”neraka” adalah suatu kata yang dipakai dalam Alkitab, dan jika memang demikian, apakah ”neraka” itu?
Sebenarnya, pada saat ini, tidak ada tempat seperti itu, selain kota kecil di Michigan yang bernama Hell, di mana kadang-kadang kota itu tertutup salju. Namun itu sama sekali tidak menyerupai gambaran “Neraka” yang dikemukakan oleh banyak orang Kristen yang keliru mempercayai bahwa itu adalah suatu tempat yang terdapat api yang kekal di mana “orang mati yang hidup” (???) disiksa selamanya dalam nyala api.
Juga, kata “neraka” tidak ditemukan dalam teks asli Alkitab. Dalam King James Version, Anda akan menemukan terjemahan dari kata-kata Yunani hades dan gehenna, tetapi terjemahan modern mengakui bahwa ”neraka” adalah terjemahan yang tidak tepat untuk hades, dan lebih tepatnya diterjemahkan ”kuburan.” Akan tetapi, terjemahan modern pun kadang kala melakukan kesalahan dalam menerjemahkan kata Yunani gehenna sebagai ”neraka.”
Jadi bagaimana kata “neraka” begitu meresap dalam kebudayaan kita? Secara singkat, kami mengarahkan Anda pada dua buku yang luar biasa yang akan menunjukkan kepada Anda secara jelas dan terperinci, tentang apa yang dikatakan Firman Tuhan mengenai pokok yang paling penting ini. Buku kami, Is There Death After Life? (Apakah Ada Kematian Setelah Kehidupan?), mengemukakan tentang apa yang dikatakan Firman Tuhan mengenai kematian dan akibatnya, sedangkan The Fire That Consumes (Nyala Api yang Menghanguskan), oleh Edward Fudge (211 halaman) merupakan sebuah penguraian terperinci tentang “kekekalan bersyarat”, termasuk asal mula ide “neraka” sebagai tempat penyiksaan kekal bagi orang jahat.
Salah satu taktik Setan untuk membuat Kekristenan tampak sebagai sesuatu yang bodoh adalah memperkenalkan ide yang janggal (yaitu, ide yang dapat dianggap janggal karena ide itu tidak masuk di akal) ke dalam teologi. Berhubung dengan pokok ini secara keseluruhan, berikut ini ada dua kesalahan yang masuk ke dalam Kekristenan dari pandangan Hellenistic (Yunani):
• Tidak ada “kematian” yang sesungguhnya (kamus menjelaskannya sebagai “akhir, atau ketiadaan, kehidupan”)
• Ketika seseorang “meninggal,” lalu dia hidup dalam bentuk yang sadar, tidak berwujud yang disebut “jiwa” atau “roh”)
Dusta bahwa manusia tidak dapat mati (diperkenalkan oleh Iblis dalam Kejadian 3:4 dan kemudian dipercayai oleh orang-orang Yunani) memperluas pendapat yang sama bahwa harus tersedia sebuah tempat yang kekal untuk orang yang baik dan tempat yang lain untuk orang yang jahat. Maka timbullah dusta berikut:
• Seorang mati pergi entah ke “surga” atau “neraka” dan tinggal selamanya di sana.
• “Neraka” adalah suatu tempat penyiksaan kekal di dalam nyala api.
• Api adalah pengawet (siapa lagi yang percaya ini?)
Ironis bahwa sebagian besar orang Kristen percaya Adolph Hitler akan memiliki hidup yang kekal. Mungkin Anda berpikir: “Apa?! Tidak.” Tetapi pikirkanlah kembali – jika Hitler disiksa selamanya dalam api, apakah dia atau apakah dia tidak memiliki hidup yang kekal? Itu adalah hidup yang tidak menyenangkan, tetapi itu hidup yang kekal, bukan? Sebaliknya, Roma 6:23 berkata: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Tuhan adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuan kita.” Tuhan tidak pernah berkata bahwa upah dosa adalah penyiksaan kekal. Tidak, Dia berkata bahwa hukuman dosa adalah hidup seseorang itu diakhiri.
Penting untuk disadari bahwa tidak ada ayat dalam Alkitab berkata bahwa “jiwa” atau “roh” hidup dengan sendirinya. Tidak ada ayat yang berkata bahwa “neraka” adalah suatu tempat penyiksaan kekal di dalam nyala api. Dusta ini berasal dari musuh utama Tuhan, dan menerobos ke dalam Kekristenan melalui penerjemahan yang salah dan pencampuran kebudayaan dan keyakinan Yunani dengan kebenaran yang ada didalam Firman Tuhan.
Jika dipikirkan secara logis, apakah hal itu tampak adil bagi Anda jika Tuhan, yang dikatakan oleh Alkitab adalah kasih, akan selamanya memberikan penderitaan yang sangat menyiksa dalam api yang terus menyala kepada orang jahat? Pikirkanlah – jika “selamanya” disamakan dengan sebuah pesta, penyiksaan 50 juta tahun adalah sebuah cemilan ringan. Bukankah sebagian besar pemikir rasional akan menyimpulkan bahwa, meskipun untuk contoh orang jahat yang selebriti seperti Hitler atau Bin Laden, hukuman itu sama sekali tidak adil? Tentu saja. Keadilan tidak terlayani untuk kejahatan yang sangat besar seperti itu, dan hal itu sungguh menyedihkan di mana keyakinan yang salah ini telah membuat semakin banyak orang berpaling dari Tuhan karena mereka diajarkan bahwa Tuhan akan melakukan hal seperti itu.
Almarhum Sidney Hatch secara tepat mengungkapkan betapa tidak masuk akal pemikiran tentang Tuhan yang adil yang menyiksa orang secara kekal dalam nyala api yang menolak percaya kepada-Nya:
“Masyarakat yang beradab merasa ngeri terhadap pelecehan dan penyiksaan terhadap anak-anak atau orang dewasa. Bahkan dimana diberlakukannya hukuman mati, diusahakan untuk menerapkannya semanusiawi mungkin. Jadi apakah kita pikir bahwa Tuhan yang kudus – Bapa surgawi kita – kurang adil dari pengadilan manusia? Tentu saja tidak.”
Dan almarhum Uskup Lutheran Swedia John Persone menulis:
“Bagi saya adalah hal yang tidak dapat dijelaskan bagaimana seseorang yang meyakini pandangan ortodoks [penyiksaan kekal] dapat merasakan momen yang menyenangkan dalam hidup ini. Dia terus menerus bergaul dengan orang-orang yang memiliki takdir akhir disiksa selamanya ... Bagi saya jauh lebih tidak dapat dimengerti bahwa orang ‘ortodoks’ seperti itu dapat mengharapkan momen bahagia di dalam kekekalan, sedangkan dia tahu bahwa keadaannya yang berbahagia berlangsung bersamaan dengan penyiksaan dan penderitaan yang tidak berakhir dari jutaan orang yang terkutuk. Dapatkah dia, jika dia mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri, ya, meskipun dia hanya memiliki sedikit kasih manusia dan bukan semata-mata orang egois, bisa merasakan kebahagiaan?
Pernyataan tepat, setuju?
Pikirkan sejenak tentang api. Apakah yang terjadi jika api menyentuh sesuatu? Apakah yang Anda lakukan jika Anda pulang ke rumah dan menemukan rumah Anda terbakar? Apakah Anda merasakan adanya kebutuhan mendesak? Atau Anda berkata, ”Hei, mari pergi nonton film, dan ketika kita pulang, kita akan memanggil Pemadam Kebakaran. Tidak perlu tergesa-gesa, karena kita tahu bahwa rumah kita akan terbakar selamanya.” Tidak ada yang terbakar selamanya, dan sebuah penelitian kata yang sederhana tentang ”api” dalam Alkitab menunjukkan bahwa tujuan utamanya adalah untuk menghancurkan sesuatu yang tidak berguna, misalnya jerami, dan hal-hal yang jahat, misalnya orang jahat, roh jahat dan Setan (Maleakhi 4:1 adalah contoh yang terkenal).
Artikel tentang “neraka” ini bukanlah untuk menjelaskan kebenaran alkitabiah bahwa kematian adalah akhir kehidupan, dan mereka yang meninggal tidak lagi ada dalam bentuk apa pun. Hal itu menyebabkan timbulnya anggapan yang salah bahwa “neraka” adalah suatu tempat di mana orang “mati” hidup dan sadar. Dalam Firman-Nya, Tuhan secara ilustratif memilih metafora kata “tidur” untuk menggambarkan kematian. Mengapa? Karena tidur adalah suatu keadaan tidak sadar yang sementara yang berakhir ketika terbangun dari tidur. Sama halnya dengan kematian, untuk mereka yang percaya kepada Yesus Kristus.
Di mana tidak ada kesadaran, di situ tidak ada kesadaran akan berlalunya waktu. Oleh karena itu, kesadaran Rasul Paulus yang berikut adalah ketika dia melihat wajah Tuan Yesus ketika Dia datang. Hingga pada saat yang agung itu, Paulus, sama seperti halnya dengan semua orang yang sudah meninggal dan ”kembali menjadi debu”, tidak lagi ada. Dia tidak akan ada lagi kecuali Yesus Kristus sungguh mati, bangkit dari kematian, naik ke surga, dan datang kembali untuk membangkitkan orang-orang Kristen yang sudah mati. 1 Tesalonika 4:18 berkata bahwa kebenaran ini adalah satu-satunya dasar bagi penghiburan sejati untuk mereka yang berdukacita. Seberapa pentingkah pokok ini? Ini adalah masalah hidup dan mati.
Dalam Perjanjian Lama, kata Ibrani sheol berarti ”keadaan, atau tempat orang mati,” dan biasanya diterjemahkan sebagai ”kuburan” (lihat Maz. 6:6, 16:10, 49:15, 89:49 dsb). Karena secara harfiah tidak ada tempat seperti itu, kata itu dapat juga diterjemahkan sebagai “alam kubur.” Orang-orang Ibrani mengetahui bahwa manusia adalah makhluk yang atau hidup atau mati (bagi kami, ini jelas). Mereka mengerti bahwa manusia tidak memiliki jiwa, tetapi sebaliknya, seperti Kejadian 2:7, manusia adalah ”jiwa” yang hidup (nephesh), yaitu, orang hidup. Ketika dia mati, maka dia adalah jiwa yang mati (contohnya Im. 19:28, 21:1; Bil. 5:2, 6:6,11), yaitu orang mati.
Bertentangan dengan pengajaran Perjanjian Lama, sebagian besar orang Yunani percaya bahwa manusia adalah “jiwa yang abadi,” di mana mereka memandang sebagai inti non-jasmani dari keberadaannya yang terperangkap dalam penjara tubuh yang sementara hingga tiba momen yang bahagia ketika tubuhnya “mati” dan “jiwanya” dapat terbang bebas menuju Gunung Olympus, tanah Shades, atau tempat yang lain.
Karena keyakinan ini, orang-orang Yunani tidak mempunyai kata yang mengartikan pemikiran yang diungkapkan oleh kata Ibrani sheol. Kata yang paling mirip adalah hades, dan itulah yang dipilih oleh mereka yang menulis Septuaginta (terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani) sebagai kata yang sama dengan sheol. Seperti dengan kata sheol dalam Perjanjian Lama, beberapa versi Alkitab Inggris secara keliru menerjemahkan kata Yunani hades sebagai ”neraka” dalam Perjanjian Baru [Untuk penyelidikan yang lebih terperinci tentang arti sheol dan hades, lihatlah kata “neraka” dalam E.W.Bullinger A Critical Lexicon and Concordance to the English and Greek New Testament (Zondervan Pub. Co., Grand Rapids MI)].
Dampak dari penerjemahan sheol dengan kata hades ternyata fatal. Dalam sheol, semua orang mati, tetapi dalam bahasa dan budaya Yunani, semua orang di Hades hidup. Jadi, melalui tulisan pena dari penerjemah Septuaginta, semua orang mati (dalam sheol) diberikan hidup setelah mati dalam hades. Orang Ibrani yang berbahasa Yunani, membaca Alkitab Yunani mereka, akibatnya tentu menjadi percaya bahwa ”orang mati itu hidup” (karena tertulis di dalam Alkitab mereka). Ini menjelaskan mengapa, pada masa Yesus, banyak orang Yahudi percaya bahwa jiwa orang-orang yang mati hidup setelah orang itu mati, dan mengapa Yesus menyampaikan perumpamaan yang diambil dari keyakinan itu (Lazarus di ”pangkuan Abraham” -- Lukas 16. Untuk penjelasan menyeluruh dari hal ini, lihat ”Difficult Scriptures Explained.”
Kita harus memperhatikan bahwa kata Inggris “neraka” berasal dari kata Inggris kuno yang berarti “tersembunyi.” Definisi pertama dalam Webster’s Third New International Dictionary adalah ”suatu tempat atau keadaan orang mati atau orang yang terkutuk; biasanya di bawah tanah” (itulah ide dari ”tersembunyi”). Definisi kedua adalah ”suatu tempat atau keadaan sengsara, tersiksa atau jahat.”
Ide bahwa “neraka” adalah suatu tempat penyiksaan kekal terjadi karena kata hades memuat semua konotasi mytologi Yunani, di mana Hades adalah dewa dari dunia bawah, suatu tempat di mana jiwa-jiwa orang mati berada untuk disiksa. Sebagaimana Bullinger menulis dalam Lampiran 131 dari The Companion Bible:
“Perjanjian lama adalah sumber utama bahasa Ibrani. Tidak ada literatur di balik itu. Namun masalahnya sama sekali berbeda dengan bahasa Yunani. Kata Ibrani sheol adalah hal yang ilahi dalam asal kata dan penggunaannya. Kata Yunani hades adalah hal yang jasmani dalam asal kata dan kata itu diturunkan kepada kita seiring dengan perkembangan dari abad ke abad, di mana kata itu sudah memperoleh arti makna dan penggunaan yang baru.”
Firman Tuhan tentu berbicara tentang suatu tempat yang ada api di mana orang-orang jahat akan ”menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan” (2 Tes. 1:9). Ini adalah gehenna, kata Yunani yang dipakai penulis Injil dalam referensi terhadap apa yang disebut “lautan api.” Penting untuk diketahui bahwa tidak hanya orang jahat akan dibinasakan di sana, tetapi juga “kematian dan kerajaan maut” akan selamanya dibinasakan (lihat Why. 20:12-15).
Gehenna adalah kata Yunani untuk kata Ibrani “lembah Hinom,” suatu tempat pembuangan sampah di luar Yerusalem. Ketika Yesus memakai kata ini untuk menunjukkan tempat kebinasaan orang jahat di masa depan (misalnya dalam Mat. 10:28 – masih diterjemahkan dengan salah sebagai ”neraka” bahkan dalam versi Alkitab modern), semua yang mendengar Dia tahu betul apa yang dimaksudkan-Nya. Seperti catatan pada Matius 5:22 yang berkata:
“Kata Yunani adalah gehenna, yang berasal dari jurang yang dalam di sebelah selatan Yerusalem, “lembah Hinom.” Selama pemerintahan raja Ahas dan Manasye yang jahat, persembahan manusia kepada berhala bangsa Amon Molokh dilakukan di sana. Yosia menyatakan lembah itu najis karena penyembahan berhala dilakukan di sana (2 Raj. 23:10; Yer. 7:31,32; 19:6). Lembah itu terus menerus menjadi tempat pembakaran sampah dan kemudian menjadi lambang dari suatu tempat penghakiman terakhir.”
Seperti yang ditunjukkan oleh Edward Fudge dalam The Fire That Consumes:
“Penulis-penulis Perjanjian Baru memilih kata gehenna untuk menggambarkan nasib orang-orang yang terhilang hanya di dalam Injil, berbicara hanya kepada orang-orang Yahudi, dan hanya tertuju kepada orang-orang yang mengerti dengan geografi Yerusalem.”
Lautan api juga disebut “kematian kedua” (Why. 21:8). Apakah artinya itu? Firman Tuhan (God’s Word) dengan jelas menyatakan bahwa Tuan Yesus Kristus akan membangkitkan dari mati semua orang yang pernah hidup, dan ”mereka yang telah berbuat baik akan bangkit untuk hidup yang kekal, dan mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh. 5:29). Walaupun Adolph Hitler atau Saddam Hussein tidak mendapat ”pertobatan di saat terakhir”, suatu hari kelak mereka akan menghadap Tuan Yesus untuk mempertanggungjawabkan perbuatan jahat mereka, dan setelah itu akan dilemparkan ke dalam lautan api untuk dibinasakan. Mereka sudah pernah mati secara jasmani, dan mereka akan ”mati” lagi – selamanya binasa.
Menurut Anda apakah mereka yang mendengar Yesus berbicara tentang orang jahat yang dibakar dalam gehenna berpikir bahwa yang dimaksudkan Yesus adalah mereka akan dibakar selamanya? Tentu saja tidak, karena mereka tahu bahwa sampah yang dibawa ke pembakaran sampah tidak terus berada dalam api tanpa terbakar habis. Sebaliknya, sampah itu dibakar, dan tidak ada lagi. Yesus memakai kata gehenna untuk menggambarkan bahwa orang-orang jahat seperti sampah, yang hanya layak dibinasakan. Satu-satunya alasan mengapa api terus menyala adalah karena seluruh kota terus melemparkan sampah mereka ke tempat itu. Sama juga halnya, ketika pembakaran itu sudah melakukan tugasnya, lautan api sudah tidak ada lagi.
Jika Wahyu 20:10 terlintas di benak Anda sebagai suatu kontradiksi yang nyata terhadap apa yang sudah Anda baca sampai sejauh ini, itu bagus sekali – dan memang seharusnya demikian. Ayat itu berbicara tentang Iblis dan pengikutnya yang dilemparkan ke dalam lautan api dan “disiksa siang malam sampai selama-lamanya.” Akan tetapi, Alkitab tidak tertulis dalam bahasa Inggris, dan ketika kita menggali sedikit lebih dalam, kita melihat bahwa “selama-lamanya” dalam bahasa Yunani jauh lebih akurat “selama berabad-abad.” Untuk menyelaraskan dengan dekrit Tuhan dalam Kejadian 3:15 di mana Yesus pada akhirnya akan “meremukkan kepala” Iblis (yaitu membinasakan dia), Yehezkiel 28:18 menyatakan bahwa Iblis akan “menjadi abu”. Jelas sekali, sebagai imbalan yang sesuai atas perbuatannya yang jahat, ini akan memerlukan waktu yang lama sekali.
Beberapa orang Kristen membantah bahwa pembasmian itu bukan suatu ancaman yang tepat untuk menghentikan orang-orang, dan bahwa ancaman dibakar selamanya jauh lebih efektif terhadap dosa. Akan tetapi, ini adalah melihat Alkitab dengan cara yang salah. Tuhan berkata bahwa “kemurahan-Nya” yang memimpin orang-orang untuk bertobat (Roma 2:4), bukan ancaman kematian, meskipun itu mungkin lebih berhasil, karena umat manusia sudah diprogram untuk melakukan apa saja agar dapat tetap hidup. Jelaslah, pemikiran tentang kebinasaan jauh lebih menakutkan sebagian besar orang dari pada pemikiran tentang hidup walaupun di bawah kondisi yang mengerikan. Apa yang Tuhan lakukan adalah memberikan kasih-Nya yang sangat besar melalui Anak-Nya, dan mendorong orang untuk percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.
Jika Tuhan berupaya memakai ancaman penyiksaan kekal sebagai penghalang untuk berbuat dosa, Yohanes 3:18 mungkin tertulis: “Karena begitu besar kasih Tuhan akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak dibakar selamanya, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Dan Tuhan dapat menjelaskannya dalam ayat-ayat lain juga. Fakta bahwa Alkitab hanya berkata ”binasa” menunjukkan bahwa orang yang tidak selamat akan mati, jadi mereka binasa. Apa yang dihadapi mereka yang menolak anugerah keselamatan Tuhan melalui iman dalam Yesus Kristus adalah kebinasaan. Mereka akan dibinasakan. Dan kita, karena anugerah Tuhan dan pekerjaan Yesus Kristus, akan hidup bahagia selamanya.
Bagi mereka yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuan dan Juruselamat (believe in Jesus Christ as Lord and Savior), Dia sudah membayar harga untuk dosa mereka (paid the price for their sin) dan Dia akan memberikan anugerah kehidupan di masa depan. Mereka yang menolak untuk percaya kepada-Nya akan membayar hukuman dosa mereka sendiri. Bagaimana caranya? Dengan mati selamanya di dalam lautan api. Kehidupan kekal adalah – kehidupan tanpa akhir, dan kematian kekal adalah kebinasaan tanpa pengharapan – kebinasaan permanen. Ini adalah keadilan Tuhan yang sempurna, dan tentunya ini adalah masalah hidup dan mati.

Mengeluh untuk Pembebasan
Pelajaran tentang Roma 8:19-28
Oleh John Lynn & John Schoenheit

Senin, 19 April 2010

Bibit Firman Allah (Lukas 8:11-15)

“Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.


PINGGIR JALAN
Lukas 8:12
Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan.

Ini cerita tentatang orang yang telah mendengar kebenaran Firman Tuhan tetapi mereka tidak mau mempercayainya. Mereka datang ke gereja dan mungkin ada ditengah-tengah kita, tetapi baginya semua agama itu sama saja dan dapat membawa kepada keselamatan. Firman yang disampaikan setiap minggunya hanya melewati telinganya saja tidak masuk dalam hatinya.

Orang tersebut dalam II Timotius 3:5 dikatakan, “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”

Jangan dikira semua orang kristen yang datang kegereja itu akan diselamatkan. Apalagi yang mengaku kristen tetapi tidak pernah kegereja. Keselamatan itu bukan status, keselamatan itu anugrah dan kita menerimanya dengan iman seperti yang tertulis dalam Efesus 2:8, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah”. Jadi jika kita tidak percaya akan berita injil, bagaimana kita bisa disebut selamat sedangkan Firman Tuhan dalam Lukas 8:12 mengatakan mereka “tidak diselamatkan”.

Bangsa Israel yang dilepaskan dari perbudakan Mesir telah berjalan selama 40 tahun di padang gurun untuk menuju negri perjanjian, tetapi mereka semua akhirnya mati dan tidak ada angkatan mereka yang masuk kedalam negri perjanjian tersebut, bahkan dengan bersumpah Allah memastikan angkatan tersebut tidak masuk ke negri kekal tersebut (Ibrani 3:7-11, Bilangan 32:10-13). Mengapa dan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan tentang mereka? Ibrani 3:19 menuliskan demikian, “Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.”

Firman Tuhan yang kita dengar atau baca jangan hanya selalu melewati telinga kita, setelah itu lupa. Firman itu harus masuk sampai kedalam hati kita, Yakobus 1:21 mengatakan, “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.”

Firman Tuhan itu harus kita terima dalam hati kita dengan lemah-lembut, bukan dengan keras atau keraguan. Tidak peduli siapapun yang menyampaikan, apakah masih kecil, atau baru belajar atau bekas orang dursila asalkan ada Roh Allah didalamnya (Yohanes 3:34), Tuhan pakai mulutnya. Bahkan binatang seperti keledai dapat dipakai Allah (2 Petrus 2:16). Firman Tuhan menasihati kita, bahwa dari buahnya kita mengenali orang, apakah itu palsu atau dari Allah (Matius 7:16-19). Jangan hanya karena tidak suka atas orangnya lalu kita menolak Firman Tuhan. Sayang jika Firman itu dicuri oleh Iblis.

Karena itu buang segala sesuatu yang kotor dan jahat dari hati kita. Hati manusia itu penuh dengan perkara kotor dan jahat kata Matius 15:19, tanpa ada yang mengajari, Kain, dari dalam hatinya melahirkan pembunuhan manusia pertama (Kejadian 4:6-8). Jika hati manusia sekotor dan sejahat itu bagaimana dapat menerima Firman Tuhan dengan lemah lembut?

Tetapi syukur kepada Allah, Yehezhiek 36:25-27 mengatakan, “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”

Hati yang baru yang dijanjikan Tuhan merupakan kehidupan baru (Efesus 4:22-24), dimana kita dapat menerima dengan lemah lembut Firman Tuhan dan mentaatinya. Dengan hati yang baru kita dapat memelihara rahasia iman (I Timotius 3:9).

Seperti halnya Yohannes Pembaptis diutus kedunia ini untuk meluruskan jalan bagi Tuhan Yesus (Lukas 7:27), demikian juga dengan hati yang baru merupakan jalan bagi kita untuk memperoleh keselamatan yang dari Allah. Seperti yang dijelaskan oleh Tuhan Yesus dalam Lukas 3:3-6,

Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.”

Baptisan air yang diajarkan oleh Yohenas Pembaptis adalah penggenapan Yehezkiel 36:25-26 untuk mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan Yesus. Mempersiapkan hati-hati yang dapat menerima Firman Allah dan mentaatiNya. Meluruskan hati kita yang berlekuk-lekuk, berliku-liku. I Petrus 3:21 mengatakan, “Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan–maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah.”

Pada saat Tuhan Yesus menyampaikan berita keselamatan, mereka yang telah dibabtis oleh Yohanes Pembaptis segera percaya kepadaNya sedangkan mereka yang menolak “hati yang baru” tidak dapat percaya kepadaNya. Hal ini jalas diceritakan dalam Lukas 7:29-30.

Hati ini adalah sumber kehidupan. Tidak salah jika Amsal 4:23 mengatakan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Sebab mereka yang tidak mau menjaga hatinya dari perkara kotor dan jahat Firman Tuhan dalam 1 Timotius 1:19 mengatakan “imannya kandas”. Seperti bangsa Israel yang keluar dari Mesir, tak satupun yang selamat sebab imannya telah kandas… Bukankah Allah sendiri yang mengatakan bahwa mereka angkatan yang memiliki hati sesat (Ibrani 3:9).


TANAH BERBATUAN
Lukas 8:13
Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.

Adalah gambaran orang kristen yang hanya senang mendengar Firman Tuhan tetapi tidak melakukannya. Tuhan Yesus pernah menceritakan sebuah perumpamaan yang tertulis dalam Lukas 6:47-49,

“Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya–Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan–, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.”

Keduanya kelihatan sama, tetapi saat banjir datang, saat pencobaan datang, saat penindasan dan aniaya, dikucilkan dan disingkirkan karena Kristus, segera ia meninggalkan imannya. Mungkin masih tetap kristen dan ke gereja, tetapi ia telah mati, hidup tidak lagi menurut Firman Tuhan, sebagaimana dunia menuntut seperti itulah ia hidup. Bahkan mungkin ada yang telah berpindah agama. Yakobus 2:26 mengatakan tentang mereka, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”

Setelah kita mengetahui Firman Tuhan, maka Tuhan menuntut kita mentaatinya, mungkin kelihatan aneh dan berat bagi kita jika kita melakukannnya, tetapi seperti yang dikatakan oleh Roma 1:17, kebenaran itu bertolak dari iman dan memimpin kepada iman. Saat kita membaca atau mendengar Firman Tuhan, maka akan timbul iman (Roma 10:17) dan pada saat kita melakukan dan mentaati Firman Tuhan tersebut maka iman yang tersebut menjadi nyata dan semakin nyata, seperti yang dikatakan oleh Yakobus 2:22, “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.”

Hal itu sama seperti kita sedang menaman pondasi yang kokoh bagi rumah kita sehingga pada saat badai datang kita tetap berdiri teguh didalam iman. Karena kita melihat iman yang nyata.

Mendengar Firman Tuhan itu baik, beberapa orang malah senang mendengarkan kebenaran Firman Tuhan, apalagi jika banyak pembukaan rahasia Allah yang dalam-dalam. Tetapi untuk mentaati seluruh Firman Tuhan (Yakobus 4:17), beberapa orang menyeleksinya dengan akal pikiran, mana yang patut dilakukan dan mana yang hanya merupakan sedap-sedapan telinga (Markus 6:20, II Timotius 4:3). Oleh karena itu, Tuhan katakan mereka “tidak berakar” sebentar saja oleh pencobaan segera bersungut-sunggut, menyalahkan Tuhan dan bahkan sampai murtad meninggalkan Tuhan.

Jangan hanya menjadi pendengar saja, jadilah pelaku Firman. Yakobus 1:22 mengatakan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” Seakan-akan beriman, tetapi sebenarnya tidak masuk hitungan Allah. Merasa dirinya sebagai orang yang diselamatkan, tetapi Firman Tuhan dalam Yohanes 3:36 mengatakan sesungguhnya murka Allah masih tetap ada diatasnya. Jangan bodoh, mendengar itu baik, bahkan pilihan terbaik kata Lukas 10:39-42 dan Pengkotbah 4:17 tetapi mentaati Firman Allah itu jalan untuk masuk dalam Kerajaan Allah (Matius 7:21-23), jalan kepada Bapa di Surga (Yohanes 14:6 à Yohanes 1:14).

Tuhan katakan dalam 1 Korintus 3:11-13, bahwa bangunan iman kita suatu kali pasti akan diuji dan diuji dengan api, apakah kita membangun dengan kokoh atau tidak akan nyata kelak. Masa pencobaan itu akan menimpa setiap orang kristen. Satu kebenaran yang harus kita ingat, bahwa walau pencobaan itu datang tetapi tidak akan melibihi kekuatan kita, Allah tidak mengijinkan iblis mencobai lebih dari kekuatan kita, itu janji Tuhan dalam 1 Korintus 10:13. Berdoa dan berjaga-jagalah agar kita tidak jatuh pada saat pencobaan datang (Matius 26:41). Tetapi jikalau kita dapat melewatinya, Yakobus 1:12 mengatakan, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.”


SEMAK BERDURI
Lukas 8:15
Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.

Jika yang jatuh di tanah berbatuan adalah mereka yang mendengar Firman Tuhan dan tidak melakukannya, maka yang ditabur di semak berduri adalah mereka yang mendengar Firman Tuhan dan juga melakukannya. Mereka mentaati Firman Tuhan dalam hidupnya. Mencocokan hidupnya dengan kebenaran. Mereka betumbuh!

Tetapi ada tiga hal yang membuat mereka tidak berbuah. KEKAWATIRAN, KEKAYAAN dan KENIKMATAN HIDUP. Tiga hal ini yang sering kali menghambat pertumbuhan orang kristen dan membuat mereka tidak menghasilkan.

KEKAWATIRAN
Firman Tuhan dalam Matius 6:27 mengatakan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”

Kawatir ini sering kali membuat anak Tuhan panik dan mencari jalan sendiri. Mereka tidak dapat melihat apa yang tidak kelihatan. Seperti pelayan Elisa yang kawatir dan panik saat melihat kepungan Raja Aram dalam II Raja-raja 6:15-17, setelah matanya celik ia melihat perlindungan dan pemeliharaan Allah yang luar biasa. Demikian juga dengan kita, kawatir atas hidup ini, atas masa depan kita atau atas penghidupan kita. Mintalah mata kita dicelikan oleh Tuhan.

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)

Berdoalah dan berserulah pada Tuhan, Ia pasti akan menolong kita (Mazmur 50:15). Hidup kita didunia ini hanyalah sementara, fana dan sia-sia. Untuk apakah kita kawatir atas dunia ini yang akan binasa sementara Allah berjanji akan memelihara kita (Lukas 12:22-31), dan tidak akan membiarkan atau meninggalkan kita sendirian (Ibrani 13:5). Imannuel Allah beserta kita.

Jangalah masalah kekawatiran dunia ini membuat kita tidak dapat berbuah. Membuat kita mencari jalan lain, membuat kita menunda melaksanakan kehendak Allah.

KEKAYAAN
Firman Tuhan dalam Amsal 23:4 mengatakan, “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini.”

Semua orang ingin kaya, bahkan banyak pendeta mengajarkan berkat dan kekayaan. Tetapi sesungguhnya Firman Tuhan malah berkata “Jangan bersusah payah menjadi kaya” Jelas dan tidak dapat dibantah. Jika keinginan untuk menjadi kaya itu ada didalam hati kita, maka benarlah apa yang tertulis dalam I Timotius 6:9-10,

“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”

Beberapa banyak orang kristen yang telah bertumbuh, hidup mentaati Firman Tuhan, tetapi saat uang itu datang dan mengalir dan terhambat dan tersendat maka ia mulai mengejar “kekurangan” itu bahkan dengan segala cara yang “halal” dengan “hanya” mengorbankan waktu ibadah, waktu saat teduh dan waktu bersekutu. Tetapi sesungguhnya ia telah mengorbankan segala-galanya (Lukas 9:25). Ia lupa bahwa ia tidak kekurangan, bahwa ia kecukupan dalam segala sesuatu (II Korintus 9:8), makan, minum, pakaian, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya. Orang kristen yang terjebak dalam keinginan kaya, mereka hanya mengejar kesia-siaan (Amsal 23:4-5). Tidak akan pernah dapat puas walau berkecukupan tetapi selalu merasa kurang dan kurang dan kurang (Pengkotbah 5:10).

Tidak ingatkah bahwa Tuhan yang membuat manusia kaya (1 Samuel 2:7, Ulangan 8:17-18). Ia juga yang membuat manusia ini atau itu yang menikmati kekayaannya, walaupun ia dapat mengumpulkan kekayaan yang berlimpah, tetapi mereka yang dapat menikmati hanya mereka yang beroleh anugrah (Pengkotbah 6:2, 1 Timotius 6:17).

Jangan karena mengejar kekayaan kita meninggalkan ibadah kita, saat teduh kita dan persekutuan kita. Cukuplah dengan apa yang ada (Ibrani 13:5), sebab kita sebenarnya tidak kekurangan dan malah berkelimpahan. Waktu ini berharga jangan dikorbankan hanya untuk mencari uang lebih (1 Petrus 4:2).

KENIKMATAN HIDUP
Tipu daya iblis adalah menawarka kenikmatan dalam hidup ini. Kenikmatan atas apa? Kenikmatan hidup sama dengan kenikmatan daging. Kata nikmat hanya untuk daging ini.

Banyak orang kristen yang diberkati, hidup lebih baik, lebih makmur dan dapat menikmati hidup ini tentu saja di dunia. Mereka yang telah menikmatinya akan sulit meninggalkannya, mereka yang telah hidup enak akan sulit untuk hidup sengsara. Orang ini seperti yang diceritakan dalam Lukas 5:39, “Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.”

Kenikmatan hidup di dunia ini dapat membuat api anak padam. Lambat laun ia semakin dekat dengan dunia, lambat laun dia semakin jauh hatinya dari Bapa. Bukankah sudah tertulis dalam I Yohanes 2:15-16, “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” Kenikmatan hidup ada tipu daya iblis.

Jangan ingin hidup enak didunia ini, Firman Tuhan mengajarkan agar kita berjalan di jalan sempit (Matius 7:13-14), jalan yang penuh dengan sengsara salib dan penyangkalan diri (Lukas 9:23). Tetapi seperti halnya anggur tua, siapa yang telah menikmati kenikmatan hidup di dunia ini akan sulit untuk memikul salib dan menyangkal diri.

Kisah Para Rasul 14:22 malah menyebutkan, “… dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” Sengsara bagi daging ini dan tidak malah melazatkan daging ini kata Roma 13:14.

Jangan bodoh, kita tahu apa maksud iblis (II Korintus 2:11), ia ingin agar kita menikmati daging ini dan membuat keinginan daging ini menjadi semakin kuat sehingga sesuai dengan Roma 8:5-8, kita akan semakin jauh dari Allah dan akhirnya binasa didalam kenikmatan dunia (Roma 8:13, Yohanes 8:44). Jangan suka hidup enak!


TANAH YANG BAIK
Lukas 8:16
Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Tuhan menghendaki kita menjadi “tanah yang baik” sehingga benih Firman Tuhan yang ditaburkan didalam “hati yang baru” dapat bertumbuh dan menghasilkan buah didalam kebenaran.

Satu kata yang penting dari menghasilkan buah adalah KETEKUNAN. Beda tanah yang baik dengan tanah bebatuan adalah pada batunya. Pencobaan yang dialami dapat membuat mereka yang disebut “Tanah Bebatuan” menjadi murtad dan meninggalkan Tuhan, sebaliknya “Tanah yang Baik” malah menjadi jalan untuk menghasilkan buah. Yakobus 1:2-4 mengatakan,

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”

“Tanah yang baik” tidak akan putus asa dan gentar menghadapi pencobaan, menghadapi apapun juga didalam hidup ini. Mereka selalu tekun dan tetap mengikuti langkah Tuhan Yesus. Baik itu gembira, sedih, kelimpahan, kekurangan, aniaya, penghiburan dan kematian ketekunan itu tercermin dalam setiap hidupnya. Seringkali orang kristen gagal menghasilkan buah dan menermia janji Allah sebab mereka mudah putus asa, mudah kecewa dan tidak sabar menanti janjiNya. Firman Tuhan dalam Ibrani 10:36 mengatakan, “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.” Tidak malah sebaliknya setelah kita mentaati Firman Tuhan yang kita dengar kita menjadi tukang tagih janji seakan akan ketaatan kita mahal harganya. Pantaskah kita seperti itu? Apakah Tuhan lalai menepati janjiNya (II Petrus 3:9)? Lihat Ayub, walau dalam pencobaan ia tetap tekun mencari Allah dan Allah tidak meninggalkanNya (Yakobus 5:11). Pernyataan yang luar biasa dari Ayub dalam Ayub 23:10-12, menjadi teladan ketekunan kita mengiring Yesus, dalam kondisi apapun juga. Bertekunlah!

TEKUN adalah kata yang penting dalam mengiring Yesus. Jangan abaikan itu! Terlebih pada masa-masa akhir ini, Firman Tuhan dalam 2 Timotius 3:1 mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang masa-masa yang sukar, pencobaan akan semakin berat dan Gereja Tuhan akan masuk pada penghakiman, penampian (1 Petrus 4:17), semua telah dinubuatkan, dan Wahyu 14:12 mengingatkan mereka yang hidup di akhir masa ini, “Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus”

Sebagai akhir, ingatlah selalu saat perjalanan kita mengiring Tuhan, saat kita membangun rumah iman ini, semua itu memerlukan KETEKUNAN. Tidak otomatis, tidak instan dan tidak sama dengan waktu yang kita harapkan, tetapi Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan Ia tidak lalai menepati janjiNya. Tetap taat Firman Tuhan apapun juga tantangannya!

Murtad

Kata murtad kadang-kadang disebut untuk menunjuk orang yang meninggalkan agama atau partai politik.
Dalam Alkitab kita juga dapat bertemu dengan kata ini yang diterjemahkan dari paraptoma dan apostasia. Paraptoma dari akar kata pipto yang berarti:
1. salah langkah (a false step)
2. blunder (menabrak atau melakukan kesalahan besar)
3. jatuh dari (to fall down from)
4. meninggalkan kepercayaan (fall away)
5. a lapse from uprightness (searti dengan kata dosa dalam bahasa Yunani yaitu hamartia yang artinya luncas, menyimpang dan tidak kena sasaran)
Kata paraptoma inilah yang digunakan Paulus dalam Ibrani 6:6 - yang murtad lagi. Paraptoma juga digunakan oleh Paulus dalam Roma 11:11-12, kejatuhan orang Yahudi yang menolak Yesus sebagai Juruselamat adalah kemurtadan, maksudnya bahwa mereka menyimpang dari jalan yang benar. Sinonim paraptoma ini dalam bahasa Yunani adalah apostasia, kata ini juga menunjuk kepada kemurtadan. Apostasia bisa berarti :
1. a defection, departing (meninggalkan)
2. revolt (memberontak)
3. apostasy, renegade (kemurtadan)
4. fall away (lari dari, jatuh)
Kata apostasia biasanya menunjuk kepada tindakan atau langkah meninggalkan sesuatu yang menjadi tugasnya (bidang ketentaraan) dan berdiri sebagai pihak pemberontak. Kata ini digunakan dalam Kis 21:21 dan 2Tes 2:3. Dua kata yang menyiratkan jelas mengenai kemurtadan ini tidak memiliki diferensiasi yang jelas. Dua kata ini menununjuk kepada kemurtadan, orang yang sudah beriman lalu meninggalkan imannya.
Realitas Kemurtadan
Kemurtadan adalah suatu realitas hidup. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Alkitab dengan jelas mengatakan demikian. Ibrani 6:6 memberi indikasi jelas mengenai kenyataan hidup Kristiani ini. Dalam terjemahan Good News dikatakan: And then they abandoned their faith! It is impossible to bring them back to repent again. Kata murtad di sini (Ing. abandoned their faith. Terjemahan NKJV: if they fall away) adalah paramesontes (pipto, para pipto). Orang yang murtad adalah orang yang tidak akan bertobat lagi. Keadaan ini sejajar dengan “menghujat Roh Kudus”. Jadi selama seseorang masih bisa bertobat maka ia belum dikategorikan murtad. Dalam hal ini hanya Tuhan yang tahu apakah seseorang sudah sampai tingkat murtad atau belum.
Dalam Ibrani 3:12-15, dijelaskan bahwa kemurtadan bisa terjadi atas orang yang sudah beriman kepada Kristus. Kata murtad dalam teks ini: apostenai (Ing. departing, falling away). Dikatakan dalam teks aslinya: en to apostenai apo theou zontes (Ing. in departing from living God). Dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan: murtad dari Allah yang hidup. Jelas sekali bahwa orang yang melarikan diri atau menjauhkan diri dari Allah yang hidup adalah orang yang pernah “dekat” dengan Tuhan. Matius 24:10 menginformasikan bahwa akan terjadi kemurtadan (teks dalam bahasa Indonesia). Kata murtad di sini sebenarnya adalah “skandalisthesontai” yang lebih tepat diterjemahkan sebagai “melakukan pelanggaran terhadap hukum” (ing. be offended). Keadaan inilah yang dinubuatkan oleh Paulus dalam 2 Tesalonika 2:3, yaitu tentang hari kemurtadan. Dalam 1Timotius 4:1-3 dijelaskan bahwa di akhir zaman akan terjadi kemurtadan orang percaya (Yun. apostesontai Ing. will depart from). Mereka disesatkan oleh roh-roh penyesat, ajaran setan, oleh tipu daya pendusta-pendusta.
Harus diakui bahwa 12 murid Tuhan yang terkemuka adalah orang-orang khusus yang telah menerima kuasa untuk pergi memberitakan kerajaan sorga. Tidak dikatakan bahwa ada yang tidak menerima kuasa. Mereka adalah orang-orang yang telah mengalami kuasa Tuhan dan mendengar banyak kebenaran, tetapi ada diatara mereka yang telah meninggalkan iman mereka dan terhilang. Inilah kemurtadan itu (paraptoma, apostasia). Dalam Ibrani 10:26 diperingatkan bahwa orang yang meninggalkan jalan kebenaran, “dengan sengaja” berbuat dosa, adalah orang-orang yang yang tidak lagi berkesempatan memperoleh pengampunan dosa.
Jadi adalah berbahaya kalau kita mengatakan bahwa seorang anak Tuhan tidak mungkin murtad. Kepercayaan bahwa anak Tuhan tidak mungkin murtad akan men-cenderungan anak Tuhan tidak mengerti tanggung jawabnya yang berat sebagai anak Tuhan. Panggilan untuk tetap didalam keselamatan adalah panggilan yang tidak kalah hebatnya dengan panggilan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.
Kemurtadan ini dapat disejajarkan dengan pengertian “menyia-nyiakan keselamatan” (Ibr 12:3). Dalam Ibrani 12:1-4 orang yang mendengar Injil dan telah menerimanya diancam bahaya besar bila tidak hidup di dalam kebenaran Injil yang diberikan Tuhan itu. Menjadi penyakit dan kelemahan banyak orang Kristen, setelah menjadi orang percaya tidak bersungguh-sungguh dalam hidup kekristenannya. Sikap ini disebut dalam Ibrani 2:3: sebagai “menyia-nyiakan keselamatan”. Menyia-nyiakan dari teks aslinya amelesantes, akar kata ameleo yang dapat diterjemahkan sebagai: neglecting, made light of, to be careless of, not to care (menganggap ringan, meremehkan, tidak menganggap berarti). Hampir orang percaya tidak mau mengakui kelemahan ini, pada hal hidup rohaninya terjangkit penyakit ini. Hal ini disejajarkan dengan bangsa Israel yang telah menerima firman Tuhan yaitu hukum-hukumnya, bila menolak atau melanggar hukum itu akan menerima balasan yang setimpal. Dalam perikop ini diingatkan bahwa sekalipun bangsa Israel adalah umat pilihan Allah ketidaktaatan mereka akan mendatangkan bencana bagi mereka sendiri. Demikian pula dengan orang percaya yang tidak hidup di dalam iman percayanya.
Dalam 1Petrus 2:1-12 ditegaskan bahwa kalau Tuhan tidak sayang terhadap malaekat yang jatuh dan membuang mereka, demikian pula terhadap orang yang menyimpang dari iman.
Dalam Yohanes 15:1-7 dipaparkan bahwa sangat mungkin bagi carang yang tidak berbuah akan dikerat-Nya. Ini berarti menunjuk kepada kehidupan anak-anak Tuhan yang telah memiliki hubungan dengan Tuhan tetapi oleh karena menyia-nyiakan anugerah Allah dengan bukti tidak berbuah, maka ia akan dibuang. Dalam kaitannya dengan hal ini Paulus mengingatkan jemaat di Roma untuk memperhatikan bukan saja kemurahan Allah, tetapi juga kekerasan-Nya (Rom 11:19-22). Kalau bangsa Israel, cabang yang asli bisa dipatahkan, maka kita, cabang liar bisa dipatahkan pula, kalau tidak tetap tinggal dalam kemurahan-Nya.
Keguguran Diakhir Zaman
Harus sungguh-sungguh diwaspadi bahwa kemurtadan adalah bahaya gereja yang ber-kesinambungan sepanjang abad. Dalam banyak bagian Alkitab dikemukakan agar kita bergumul terus untuk berpegang teguh atas apa yang kita yakini dan terus bertumbuh dalam iman (wahyu 2:25; 3:11). Bila tidak ada realitas kemurtadan, niscaya Tuhan Yesus tidak perlu sedemikian tegas mengingatkan orang percaya untuk berjaga-jaga dan berpegang teguh atas apa yang sudah dipercayai. Lebih tajam lagi dikatakan dalam Wahyu 3:5 bahwa ada kemungkinan nama seseorang yang telah tertulis dalam kitab kehidupan dihapus.
Suatu realitas yang harus dimengerti dan diterima, bahwa iblis bisa menuntut untuk mencobai anak-anak Tuhan dengan maksud agar anak Tuhan tersebut gugur imannya (Luk 22:31). Dalam terjemahan Good News dikatakan Satan has receive permission to test all of you. Allah mengizinkan iblis “menampi” anak-anak-Nya. Hal ini juga dialami oleh Ayub. Iblis mendapat izin oleh Tuhan untuk mencobainya (Ayub 1:12). Pencobaan yang dialami Ayub dimaksudkan oleh setan agar Ayub menghujat Allahnya (Ayub 2:9). Dalam kenyataannya Ayub tidak menghujat Allah seperti saran istrinya, sebaliknya Ayub tetap memuji Tuhan dan memuliakan-Nya. Demikian pula Iblis menampi para murid Tuhan, agar Simon dan kawan-kawan mengkhianati dan menyangkal Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus menyinggung mengenai realitas keguguran (Ing. fail. Yun.ekleipe). Hal ini berarti bahwa kemurtadan yang sejajar artinya dengan keguguran adalah suatu realitas yang dapat dialami anak Tuhan. Gugur maksudnya jatuh sebelum waktunya (masak), kata ini bisa berarti tidak mencapai tujuan. Kalau kata ini dikenakan untuk prajurit yang mati di medan perang memiliki konotasi positif, tetapi kalau dikenakan untuk hal lain bisa berarti negatif. Juga dalam hubungannya dengan pengiringan kepada Tuhan Yesus.
Jangan kita beranggapan bahwa orang Kristen yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus tidak mungkin gugur. Kita hendaknya tidak menyederhanakan kebenaran Alkitab sehingga banyak orang salah mengerti. Dapat kita temukan banyak data dalam Alkitab mengenai kenyataan ini. Dalam 1Korintus 10:1-12 digambarkan bangsa Israel sebagai contoh (Ay.11-12). Sebagian besar mereka tidak sampai ke tanah Kanaan. Apakah ini berarti ketidak konsistensiannya Tuhan dan ketidak berdayaan-Nya? Tentu tidak. Kega-galan sebagian besar bangsa itu mencapai Kanaan, karena mereka tidak setia sampai akhir. Mereka tidak taat kepada Tuhan. Mereka tidak bersungguh-sungguh dalam pengiringan yang benar.
Dalam Wahyu 3:5 Tuhan Yesus menyinggung mengenai penghapusan nama. Dalam teks asli Alkitab ada 3 kata yang dapat diterjemahkan menghapus yaitu apomasso, (membuat bersih, biasanya untuk debu, Luk 10:11); ekmasso, bisa diterjemahkan membuat kering/menghapus air mata, wipe dry; exaleipso, to wipe out, wipe away. Kata yang ketiga ini lebih kuat dan dekat berarti menghapuskan sama sekali (Ing. to blot out). Kata yang terakhir inilah yang digunakan Tuhan Yesus dalam Wahyu 3:5. Dari pernyataan Tuhan Yesus tersebut jelas bahwa ada ke-mungkinan nama seseorang dihapus dari kitab kehidupan (ou me exaleipso to onoma autou ek tes biblou tes zoes; I will not blot out his name out of the scroll of life/book of living). Berkali-kali Tuhan Yesus menyerukan agar kita berjaga-jaga dan berdoa (Mat 26:41; 1Pet 5:8). Peringatan sadarlah dan berjaga-jaga ini memberi indikasi bahwa ada orang-orang percaya yang tidak sadar dan tidak berjaga-jaga. Dengan demikian jelaslah bahwa dunia ini bukan panggung sandiwara yang semua kejadian telah diatur oleh sebuah sekenario dan sutradara yang menentukan awal dan akhir cerita. Dunia adalah panggung per-gumulan apakah seseorang tetap didalam iman atau tidak.
Tidak asing bagi kita kebenaran bahwa di akhir zaman ini akan terjadi keguguran yang besar. Dalam Matius 24:12 dinyatakan oleh Tuhan Yesus bahwa kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Lebih banyak yang dingin dari pada yang panas. Apa yang dikatakan Tuhan Yesus ini singkron dengan apa yang dikatakn oleh Daniel dan Paulus (Dan 12:10; 2 Tim 3:1- 5).
Sangatlah berbahaya bagi anak Tuhan yang tidak mengerti kebenaran ini atau yang tidak mau menerima kebenaran ini, bahwa kejatuhan adalah suatu realitas dan bahwa dunia akhir jaman ini sangat rawan bagi iman Kristen. Kalau kita tidak berdiri teguh dan berjaga-jaga kita akan jatuh terseret dalam dosa dunia, akhirnya gugur. Tetapi kalau kita berjaga-dan berdoa, sadar akan kenyataan tentang keguguran dan dunia akhir jaman yang jahat ini, maka kita tidak akan gugur. Kalau kita memahami bahwa dunia akhir zaman sangat rawan maka akan mendorong lebih bersungguh-sungguh dalam memperlengkapi diri dengan perlengkapan senjata Allah. Agar tampil sebagai pemenang.
Panggilan ini senada dengan apa yang diucapkan rasul Paulus dalam Galatia 5:1, jangan mau dikenakan kuk perhambaan lagi. Jangan terkecoh dengan ajaran yang mengatakan bahwa orang Kristen tidak akan dapat murtad lagi. Ajaran semacam ini akan memperlemah gairah pengiringan kita yang murni kepada Tuhan. Kurang bersungguh-sungguh dalam meningkatkan mutu kehidupan rohani kita (Fil 2:12).
Waspadalah (Ibr 3:12), kata ini merupakan kata peringatan sekaligus ancaman (bnd: Ucapan Tuhan di Firdaus, Kej 2:16; 2 Kor 11:1- 3). Peringatan ini tidak membuat kita menjadi orang Kristen yang dikejar-kejar ketakutan tetapi peringatan yang membuat kita waspada. Sebaliknya anggapan yang mengatakan bahwa kita tidak akan bisa murtad lagi akan menciptakan orang Kristen yang kurang mempraktekkan kebenaran Allah. Biasanya lebih banyak mendiskusikan Alkitab dan mempercakapkannya ketimbang mem-praktekkannya dalam hidup.

Permohonan doa dan kedaulatan Allah


Tulisan ini tidak bermaksud menjawab secara sempurna dan penuh segala pokok yang berkaitan dengan doa, tetapi melalui ceramah ini kita mencoba melihat sisi-sisi dari kehidupan doa yang seringkali lolos dari pengamatan banyak orang Kristen. Apa yang disajikan di sini dipandang penyusun sebagai ???hal yang penting??? dalam kehidupan doa seorang anak Tuhan yang ???normal???.
HAKIKAT DOA
Hakikat doa Kristen ialah suatu percakapan (dialog) antara kita dengan Allah yang benar, oleh sebab itu :
1. Berdoa adalah sarana manusia berhubungan dengan Allah.
2. Berdoa tidak sekedar mengucapkan kata-kata, bukan mengucapkan kata-kata yang kita anggap sebagai berkhasiat, sakti atau bertuah seperti mantera.
3. Berdoa adalah juga mendengarkan Allah berbicara kepada kita.
4. Berdoa tidak sekedar menyampaikan permohonan kepada Tuhan (permintaan hanya salah satu dari isi doa). Pada umumnya orang memandang doa itu identik dengan permohonan atau permintaan. Perlu dipertegas bahwa di dalam doa harus ada perjumpaan dua pribadi, yaitu pribadi Allah dan pribadi kita. Dalam perjumpaan tersebut terjadi dialog kongkrit. Percakapan dua arah, bukan satu arah.
PRINSIP PENGABULAN DOA (MAT 7:7-11)
1.Kesalahan Umum
Matius pasal 7:7-11 ini cukup terkenal dari banyak ayat terkenal lain dalam Alkitab, sebab dalam perikop ini terdapat ayat yang membicarakan mengenai pengabulan doa (khususnya yang terdapat dalam Mat 7 : 7-8), ayat inilah yang telah dijadikan banyak orang Kristen bagai semacam kunci untuk membuka pintu gudang kekayaan Tuhan dimana orang dapat mengambil apa saja yang diinginkan-nya).
Sering kali tanpa disadari konsep Alibaba dan Gudang harta karun menjadi dasar pengabulan doa. Itulah sebabnya ayat ini menjadi ayat favorit banyak orang. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa banyak orang telah berbuat kesalahan besar yaitu melepaskan atau memisahkan ayat 7-8 dari konteksnya (ayat-ayat sesudahnya, yaitu ayat-ayat yang menyempurnakan dan melengkapi ay 7-8 seringkali diabaikan). Padahal ayat 7-8 tidak dapat dipisahkan dengan ayat 9-11. Perikop ini merupakan kesatuan pengajaran yang tidak dapat dipisahkan (Matius 7:7-11). Apabila kita mencoba memisahkan ayat 7-8 dari konteksnya (hubungan ayat sebelum dan sesudahnya), maka kita akan kehilangan pengertian yang benar dari ayat-ayat tersebut dan tidak mengerti hal doa itu. Karena kesalahan pengertian inilah maka banyak orang Kristen yang tidak mengerti mengapa doanya tidak dikabulkan Tuhan, lalu bersungut-sungut dan mempersalahkan Tuhan.
2.Sikap Allah Terhadap Permintaan
Dalam perikop ini ditunjukkan sikap-sikap Allah terhadap doa-doa kita sekaligus diajarkan kepada kita mengapa banyak doa yang tidak dijawab. Ada 3 kebenaran rohani yang indah terdapat di dalamnya :
a. Allah adalah pribadi yang pasti meresponi doa kita (ay.7-8).
Maksud meresponi di sini adalah menanggapi dengan serius terhadap setiap pergumulan kita yang kita bawa kepada Tuhan. Ay 7-8 ini menunjukkan bahwa Allah pasti meresponi doa-doa kita. Ia pasti menjawab. Perhatikan ! Tuhan tidak pernah tidak bereaksi terhadap permohonan anak-anak-Nya. Harus dimengerti meresponi di sini bukan berarti mengabulkan. Tidak semua doa itu dikabulkan Allah tetapi tidak ada doa yang tidak dijawab Allah.
Mintalah, maka akan diberikan. Tidak dikatakan dikabulkan. Terjemahan aslinya : dothesetai - it shall be given; bukan genesetai - dikabulkan. Apa yang diberikan belum tentu apa yang kita minta, tetapi pasti ada yang diberikan (yang diberikan tersebut adalah sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan kita dan kehendak-Nya). Kita harus dapat membedakan antara dikabulkan dan diberikan atau dijawab. Sering kali ayat 7-8 dijadikan sebagai jaminan atau patokan bahwa Tuhan pasti mengabulkan semua doa kita. Ini keliru.
Carilah maka....: Ada pergumulan untuk menemukan. Seolah-olah ada sesuatu yang hilang atau belum ditemukan. Yang dicari di sini dan yang belum ditemukan di sini bukan permintaan kita, tetapi kehendak-Nya. Di dalam menyampaikan permohonan kita dipanggil untuk mencari kehendak-Nya terlebih dahulu (apakah permintaan kita tersebut sesuai dengan kehendakNya atau tidak). Allah tidak pernah meluluskan atau mengabulkan permintaan seseorang yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya.
Dalam Yohanes 15:7 - Tuhan Yesus berkata tinggal di dalam Dia dulu, mengerti kehendak-Nya; apakah yang kita minta sesuai dengan kehendak-Nya, Bila permintaan kita sesuai dengan kehendak-Nya maka permintaan kita akan dikabulkan Allah. Allah tidak akan mengabulkan doa kita bila permintaan kita bertentangan dengan rencana-Nya. Tinggal di dalam Dia, agar kita mengerti rencana-Nya. Samuel mendoakan Saul (I Sam 15), tetapi Tuhan tidak mau menjawab sebab doanya sangat bertentangan dengan kehendak Allah dan tidak dapat ditolerir sama sekali. Demikian pula Yeremia dilarang oleh Tuhan untuk mendoakan bangsanya, sebab pada waktu itu Tuhan sudah menetapkan akan menghukum Yehuda melalui bangsa Babel. Dalam hal ini kita harus dapat membedakan antara berpikir positif (positif thinking) dan iman yang dari hati Allah. Berpikir positif bisa lahir dari sanubari manusia itu sendiri tetapi iman lahir dari hati Allah. Oleh sebab itu jangan mengimani apa yang bukan bagian kita, apa yang tidak disediakan Allah bagi kita.
Ketoklah pintu: Bila kita hendak meminta, harus melalui pintu. Bukan melalui jendela. Pintu itu adalah Tuhan Yesus. Ia sendiri berkata : Akulah pintu (Yoh 10:9). Tuhan menghendaki permintaan kita harus didasarkan dalam nama Tuhan Yesus (Yoh 14:13). Permintaan yang didengar dan dijawab Allah adalah permintaan dalam nama Tuhan Yesus, melalui Tuhan Yesus.
Maksudnya berdoa dalam nama Tuhan Yesus adalah : Bahwa keberanian kita menghampiri Allah yang Maha Kudus dan menyampaikan permohonan adalah oleh karena kasih karunia Allah dalam Tuhan Yesus. Hubungan kita telah dipulihkan oleh jembatan pengorbanan-Nya. Dengan ini kita yakin bahwa Allah mau menerima kita dan mendengar seruan kita. Sebab hanya ada satu saluran agar seseorang memperoleh segala yang baik dari Allah dan berkat-berkat-Nya, yaitu melalui Tuhan Yesus. Doa yang didengar Allah adalah doa yang dinaikkan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan lekat dengan Tuhan Yesus sebagai saluran berkat Allah, sekaligus sebagai Juru Syafaat kita di hadapan Allah. Juru Syafaat kita hanya satu, yaitu Tuhan Yesus.
b. Allah tidak pernah memberikan sesuatu yang tidak menjadi kebutuhan kita (Matius 7:9-10)
Ini berarti Allah pasti memberikan apa yang kita minta asal permintaan itu sungguh-sungguh merupakan kebutuhan kita yang vital. Bicara mengenai roti dan ikan itu berbicara mengenai kehidupan pokok, kebutuhan vital. Mengapa Allah kadang tidak mengabulkan permintaan kita ? Sebab apa yang kita minta itu bukan kebutuhan vital kita. Biasanya permintaan yang bukan kebutuhan adalah hal-hal yang hanya untuk memuaskan hawa nafsu semata (Yak 4:3). Cobalah koreksi apa-apa saja yang pernah kita minta dari Tuhan atau sedang kita ajukan kepada Tuhan. Koreksi dengan jujur apakah sungguh itu kebutuhanmu atau sekedar hanya untuk memuaskan hawa nafsu. Seharusnya segala yang kita minta harus bertendensi ke arah kemuliaan bagi namaNya. Orang yang mempunyai dasar hati semacam ini tidak akan memaksakan kehendaknya kepada Tuhan. Hidupnya dalam penyerahan sepenuh.
c. Allah pasti memberikan yang baik bagi anak-anaknya (ay.11)
Ada orang Kristen yang ngomel sebab permintaannya kepada Tuhan tidak dikabulkan. Ia pikir Tuhan itu tidak peduli, masa bodoh terhadap masalahnya. Padahal Tuhan tidak mengabulkan doanya, karena permintaan orang tersebut membahayakan hidupnya. Tidak baik untuk dirinya. Kalau ada anak yang minta pisau dapur, orang tuanya pasti tidak memberikan sebab membahayakan. Sering kali apa yang kita pikir baik itu belum tentu baik. Konsep baik kita belum tentu baik benar dalam ukuran yang benar. Tetapi apa yang dianggap Allah baik pasti baik bagi kita. Banyak doa yang tidak dikabulkan oleh Allah sebab kalau dikabulkan membahayakan orang itu. Allah tidak mengabulkan doa yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Dan kehendak Allah tentu yang terbaik untuk kita.
ALLAH YANG BERDAULAT DAN BEBAS (Yesaya 40:13-19)
Melengkapi pembahasan mengenai doa maka perlulah kita belajar sekilas mengenai hakekat Allah, yang dalam hal ini harus dipahami oleh anak-anak Tuhan. Dengan kebenaran ini anak-anak Tuhan dapat membina terus menerus persekutuan dengan Allah dan bagaimana sepatutnya kita hidup bergaul dengan Allah dan bersikap terhadap-Nya. Tanpa disadari banyak orang yang terbawa kepada pengajaran tentang Allah yang tidak sehat yaitu penggambaran hakekat Allah yang keliru. Kekeliruan ini pada umumnya berasal dari pengajar-pengajar atau pengkhotbah-peng-khotbah Kristen yang tidak belajar dengan benar mengenai hakekat Allah. Hal ini terjadi khususnya atas pembicara-pembicara yang berasal dari agama lain sebelum menjadi Kristen dan pembicara-pembicara yang walaupun berasal dari orang Kristen tetapi tidak pernah belajar secara khusus dan sungguh-sungguh kebenaran Allah dalam Alkitab. Kekeliruan ini mempunyai dampak yang sangat negatif bagi banyak orang percaya.
Oleh mereka ini Tuhan digambarkan sebagai Allah yang mirip ilah-ilah agama- agama suku. Ini adalah konsep Allah yang tidak benar, tidak Alkitabiah. Oleh sebab itu cara mereka memperlakukan Allah sama seperti umat agama-agama non-Kristen memperlakukan ilah mereka. Tuhan acapkali digambarkan sebagai Allah yang dapat diatur dan dipengaruhi oleh kita. Pengaturan terhadap Allah dan cara-cara mempengaruhi Tuhan itu dengan berbagai cara. Dalam konteks kita orang kristen melalui beberapa sarana antara lain :
1. Liturgi atau upacara kebaktian.
2. Persembahan uang dan perpuluhan kita.
3. Melalui cara doa tertentu.
Satu hal penting yang harus kita mengerti dan terima bahwa Allah adalah yang berdaulat dan bebas. Ia bertindak dan bekerja sesuai dengan hakekatnya. Ia tidak pernah menyangkali hakekatnya itu.
Perhatikan ayat-ayat tersebut ini tersebut ini:
1. Yesaya 40:13-14 . Allah bukanlah Allah yang dapat diatur oleh siapapun dan dengan cara bagaimanapun.Tidak ada satu kuasapun dapat menekan Allah dan mengaturNya .Yesaya 40:25-26 menunjukkan bahwa Ia adalah Maha Kuat.
2. Allah adalah Allah yang Maha besar dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia (Yesaya 40:15-19). Ia bekerja sesuai dengan hakekat-Nya.Dan Ia tidak pernah menyang kali hakekatNya. Allah adalah Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6). Oleh sebab itu langkah yang bijaksana yang kita lakukan adalah mempelajari dan mengenal Allah kita sehingga kita mengerti apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita. Allah adalah Allah yang bebas, Ia bebas dengan apa yang Ia rencanakan dan lakukan (bnd: Nahum 1:2-3 ; 7-8). Allah melawan musuh-musuh-Nya: (Siapa musuh Allah? hal ini harus kita tahu supaya kita jangan menjadi musuh Allah). Musuh Allah adalah :
1.Orang yang menjadi seteru salib. Menolak bertobat (Fil 3:18-19)
2.Orang yang congkak atau sombong (Yak 4: 6).Mengandalkan kekuatan sendiri dan mengandalkan kekuatan manusia.
3.Orang yang mengasihi dunia ini lebih dari mengasihi Tuhan (Yak 4:4 - persahabatan dengan dunia adalah permusuhan terhadap Allah).
Bila seseorang melakukan hal-hal ini, sekalipun ia memberi persembahan dan berbakti di gereja, memberi persembahan dan perpuluhan ia menjadikan dirinya musuh Allah. Hal-hal inilah yang merusak komunikasi dan dialog kita dengan Tuhan. hal inilah yang merusak doa kita. Tetapi berbahagialah orang yang menjadi sahabat Tuhan, kekasih Tuhan. Oleh sebab itu perhatikan beberapa hal sebagai jalan untuk membenahi hubungan kita dengan Tuhan agar kita memiliki komunikasi dengan Allah atau doa.
1. Membereskan dosa dengan Tuhan.
2. Hidup dalam pengandalan akan Allah yang hidup.
3.Mengasihi Tuhan yang ditunjukkan dengan melayani Tuhan. Orang seperti ini disebutkan Nahum sebagai mengungsi kepada Tuhan. Allah baik bagi mereka (Nahum 1: 7-8 Pada prinsipnya Ia adalah Allah yang penuh kasih, Hakekat Allah adalah Allah yang kasih adanya. Tidak perlu diragukan kasih dan pemeliharaan Allah bnd : Yesaya 40:27-31 ). Kerinduan hati Tuhan kalau kita dapat senantiasa bersekutu dengan Tuhan. Hidup dalam doa. Doa yang tidak berkeputusan.