Sabtu, 14 Februari 2009

Hedonisme

Topik tentang Hedonisme jarang dibahas di gereja Tuhan dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap istilah Hedonisme. Oleh sebab itu Hedonisme diangkat penulis sebagai sebuah topik yang perlu diketahui oleh setiap orang percaya, sebab sadar atau tidak budaya ini telah menjadi bagian dari hidup manusia modern. Seorang hedonis adalah orang yang mengejar kebahagiaan dengan mencari perasaan-perasaan yang menyenangkan, yang nikmat sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak. Dengan demikian akan ada banyak orang yang akan lari dari kenyataan dalam menghadapi kehidupan yang kian hari semakin sulit.

Perilaku manusia modern pada saat ini lebih bersifat individualitis dan materialistis. Para hedonis mempunyai tujuan bahwa manusia harus menikmati apa yang ada di dunia ini dengan sepuas-puasnya. Anwar Faizal dalam Harian Suara Merdeka mengatakan bahwa,

“Apapun tujuan akhirnya adalah kenikmatan dan kepuasan. Tidak heran banyak dari antara mereka yang bermobil mewah, menenteng HP yang mahal, pakaian yang mahal, dan atribut sosial lainnya guna mencapai kenikmatan.”[1]

Seks merupakan anugerah mulia yang diberikan Tuhan disalahgunakan oleh para hedonis untuk memuaskan keinginan mereka. RB. Yoga Kuswandono, S.Psi, seorang dosen Fakultas Psikologi Universitas Katholik Soegijapranata Semarang mengatakan dalam Harian Suara Merdeka bahwa, “Beberapa mahasiswa hedonis melakukan aktivitas seksualnya berdasarkan alasan just for fun. Yang penting happy.”[2] Gaya hedonis ini pada dasarnya hanya berorientasi pada kepuasan sesaat. Kadang juga menggunakan kedok “atas nama cinta”. Apakah aktivitas itu dosa atau tidak mereka tidak peduli.

Perkembangan yang terjadi pada saat ini disatu sisi menawarkan berbagai kesenangan, kesejahteraan dan kenikmatan yang membanggakan namun di sisi lain mengokohkan akar hedonisme dan memberikan bayangan keberuntungan dan kemajuan secara material dan fisik sebanyak dan setinggi mungkin. Akibatnya terjadi perubahan dalam kehidupan manusia yang bermuatan moral religius. Moral kemanusian akhirnya mengalami kehilangan arah, bahkan nilai-nilai religius mengalami keruntuhan.

Pergeseran nilai-nilai dari suatu barang dari pemuas kebutuhan fisik menjadi pemuas kebutuhan psikologi yang telah menciptakan sikap hidup hedonisme yang sangat terasa dalam corak hidup masyarakat. Kalau mau jujur waktu membeli sebuah produk sering orientasi pemikiran manusia modern bukan pada fungsi barang tersebut melainkan pada gengsinya. Gembala Sidang Gereja Kristus Tuhan Nazareth Surabaya, Martinus Zega menegaskan dalam Tabloid rohani Gloria bahwa, “Sikap hidup semacam ini merupakan sikap hedonis yang mau mendapatkan kenikmatan dengan tujuan hanya pada gengsi.[3]

Seringkali orang mengukur kesenangan hidup dari seberapa banyak harta yang telah ia kumpulkan, sehingga tidak sulit bagi dia untuk membeli dan memenuhi segala sesuatu yang diinginkannya. Keadaan seperti ini akan memunculkan anggapan bahwa tidak ada satupun yang tidak dapat diselesaikan kalau memiliki uang. Kebergantungan manusia terhadap kekayaan dalam arti uang dan harta benda semakin tinggi. Dan tentu saja itu berarti prinsip hidup hedonisme sudah semakin merajalela di dunia modern yang konsumtif ini. Tidak cukup sampai disitu, biasanya mereka akan terus mencari dan mengumpulkan harta tanpa merasa puas.

Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kebahagiaan, kepuasan, dan kenikmatan bagi dirinya sendiri dan menjauhkan diri dari penderitaan dan kesengsaraan merupakan filosofi dari paham hedonisme.

Menghadapi paham Hedonisme, gereja harus lebih proaktif memahami semua tantangan yang terjadi. Gereja harus terus berupaya agar jemaat Tuhan lebih ditanamkan kepribadian yang kuat agar tidak dijerat atau digoda dengan sesuatu yang hanya bersifat sementara atau kesenangan duniawi. Pastor Dr. Johanes Ohoitimur MSC, dalam Gloria CyberNet Minstry mengatakan bahwa,

“Sangat tepat jika gereja mengembangkan dan menanamkan sikap spiritualisme Kristen sejati yaitu cinta kasih dan sikap rela berkorban yang merupakan cermin dari salib Kristus. Jangan sampai lebih mengandalkan keinginan inderawi. Kuncinya adalah jangan pernah memuja kesenangan.”[4]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar